Ziarah Bagi Masyarakat Pendatang ( Banten Lama )



BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
            Ziarah merupakan sebuah tradisi yang dari dulu hingga sekarang masih tetap eksis dalam islam,dari makam-makam yang di sebut walisongo hingga makam-makam sacral lainnya hampir semua di datangi oleh kalangan masyarakat. Ziarah memiliki makna yang berarti “datang/mendatangi”,datang di sini berartikan untuk mengirim doa-doa kepada kerabat,keluarga atupun orang lain kirim untuk orang-orang yang mendahuluinya.
            Ziarah ini boleh di katakan hal yang lumrah dalam masyarakat,bahkan merupakan sebuah tradisi di berbagai tempat tertentu. Dengan seiring perkembangan jaman yang tidak sedikit kepercayaan-kepercayaan terhadap roh-roh yang gaib mulai memudar,dan dari sanalah orang memaknai sesuatu kadangkala menyimpang dari yang seharusnya terjadi. Tidak sedikit orang datang berziarah untuk memiliki maksud-maksud yang tertentu selain untuk mendoakan yang sudah meninggal dan mendekatkan diri terhadap tuhan yang maha esa. Bahkan mungkin banyak yang datang berziarah untuk meminta ilmu kekebalan tubuh,ingin kaya,sukses,mapan dan lain sebagainya.
            Di banten ini memang sungguh terkenal kemana-mana dengan sebutan yang banyak ilmu-ilmu kekebalan tubuhnya. Dapat di lihat pula dari segi sejarahnya yang terkenal karna wali-walinya,ilmu-ilmu magisnya yang terkenal pula,bisa pula karna yang lainnya sehingga banten ini menjadi sebuah tempat yang di datangi oleh orang/masyarakat sebagai tempat keberkahan untuk di datangi berziarah. Sehingga masyarakat mempercayai masih adanya hubugan komunikasi antara yang mati dan yang masih hidup.
            Dalam masyarakat pendatang tentu mempunyai persepsi masing-masing, karna secara tidak langsung yang jauh dari banten lama akan sedikit menempuh jarak yang lumayan serta persiapan yang cukup pula. Lantas ada hal apa di balik kedatangannya sampai harus ke banten lama, tentu orang bertindak akan ada alasan tertentu. Maka disini saya mencari makna ziarah bagi masyarakat pendatang. Karna pada dasarnya bagi masyarakat sekitar itu hal yang wajar. Akan tetapi bagi pendatang,mengapa harus ke banten, kenapa tidak diwilayahnya saja atau yang terdekat saja untuk tidak menghabiskan waktu selama perjalanan?
            Dengan demikian permasalahan ini akan kita bahas dalam laporan penelitian. Masyarakat memaknai ziarah seperti apa khusus pendatang. Karna kadang kala Ini merupakan suatu permasalahan adanya penyimpangan dalam agama karna kurang nya mengetahui makna ziarah tersebut.
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini penulis hanya menentukan 1 rumusan maslah,yaitu:
1.Apa makna ziarah bagi masyarakat pendatang?
C. Tujuan
1. Peulis bertujuan untuk mengetahui makna ziarah bagi masyarakat pendatang sehingga jauh-jauh ke banten,
2. Manfaatnya adalah: penulis mengharapkan menjadi sebuah pengetahuan bagi generasi selanjutnya untuk mengerti akan makna ziarah yang terkandung dalam masyarakat sekarang,dan umumnya untuk masyarakat luas.
























BAB II
A. Landasan Teoritik.
1. Sakral dan Profan.[1]
            Teori ini di ambil dari emile Durkheim. Dia merupakan seorang ilmuan sosiologi yang lahir pada tanggal 15 arpil 1858 di epinal prancis.dia garis keturunan rabid an pada usia dia remaja dia menyangkal sebagian besar warisannya (strenski,1997:4) minatnya seumur hidup pada agama lebih bersifat akademis daripada teologis (Mestrovic,1988). Durkheim ini mulai berpikir tentang paktor terjadinya solidaritas yang terjadi di masyarakat kala itu sehingga dia mulai menyadari akan adanya nonmaterial yang mana itu merupakan di luar kendali manusia. Dengan demikian agama salah satu aspek moralitas yang mempengaruhi masyarakat untuk menyatu. Dengan agama individu atau pun kelompok atau masyarakat membentuk ikatan sosial yang kuat.
            Sacral ini merupakan hal-hal yang bukan secara duniawi,di mana Durkheim ini berpendapat bahwa fenomena merupakan bagian dari yang sacral,di mana ada fenomena yang masih belum bisa terungkap melalui duniawi/profane,contoh kecil seperti rasa solidaritas atau suatu keinginan di mana manusia ingin berbuat baik, dan rasa yang berperan dalam hal kesakralan karna adanya pendorong hati itu sendiri serta pendorong keinginan .dengan demikian sacral ini merupakan yang bersifat mistis yang tidak da dalam sehari-hari atau bisa di sebut hubungannya bukan dengan yang materil melainkan adanya nonmaterial. Akan tetapi Durkheim ini pun tidak sepenuhnya menyandarkan pada hal-hal yang demikian/sacral itu sendiri.karna adanya profane/duniawi yang mengakibatkan sesuatu itu terjadi,bisa di sebut sesuatu yang terjadi masih bisa di pikirkan melalui kesadarn atau pemikiran yang sehat. Sehinga Durkheim memisahkan hal yang sacral dengan yang profane.
            Nah,dengan agama durheim pun berasumsi bahwa dapat menyadarkan akan diri itu sendiri.dan itu yang menjelaskan setiap orang atau kelompok mempunya suatu kepercayaan-keprcayaan. Berawal dari yang sacral sehingga membentuk suatu kesatuan yang mengikat kepercayaan terhadap yang satu atau terhadap yang satu kepercayaan. Bila kita sangkut pautkan dengan keadaan yang sekarang di mana kita tau sekarang yang era modernisasi kesakralan ini sedikit mulai memudar, tercermin dari kisah yang terdahulu yang mana orang-orang terdahulu dengan bismilah saja bisa terbang(mitosnya) tapi keadaan sekarang kita tau bismilah itu tidak terlalu menyakinkan untuk jadi bahan terbang. Nah hal ini yang memudarkan suatu propan di mana keyakinan pun mulai hilang dengan sendirinya. Dan di samping itu pun ketika berkaitan dengan ziarah ada beberapa yang meminta-minta pada kuburan itu sendiri bisa di katakana duniawi lah,itu di karnakan suatu pemikiran yang tidak percaya akan kesakralan itu sendiri,tentang tuhan memberikan sesuatu yang setelah kita berusaha dan tidak menduakan tuhan dalam persefektif islam. Di sisi lain orang ziarah walaupun meminta-minta pada kuburan tapi secara tidak langsung pula masih percaya akan adanya yang sacral.

2. Moralitas Agama Dan Sosial Emile Durkheim.
A. Hakikat Moralitas
Moralitas bagi Durkheim tidak hanya menyangkut suatu ajaran normative tentang baik dan buruk, melainkan suatu “sistem fakta‟ yang diwujudkan, (yang terkait dalam keseluruhan sistem dunia). Moralitas bukan saja menyangkut sistem prilaku yang „sewajarnya‟ melainkan juga suatu sistem yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan, dan ketentuan-ketentuan ini adalah “sesuatu yang berada di luar diri‟ si pelaku.[2] Dalam hal ini secara tidak langsung adanya suatu keterikatan yang tak di inginkan akan tetapi harus di lakukan, yang mana moralitas yang di bentuk oleh suatu kelopok yang berada pada kelompok individu itu sendiri.
Suatu tindakan yang bukan merupakan ada pada individunya,karna tuntutan oleh kelompok kepada individu sehingga merasa terasingkan oleh kelopoknya sendiri ketika kebiasaan dalam kelompoknya tidak di ikuti oleh individu. Moralitas membentuk disiplin yang bersipat pribadi maupun kelompok dan moralitas ini merupakan suatu interalisasi(penerimaan oleh individu) yang menghasilkan disiplin. Lalu di terapkan melalui tindakan-tindakan sosial. Dan Moralitas Durkheim ini merupakan tipe-tipe sosial non-material,di mana masih ada sangkut pautnya kedalam pembahasan yang di atas tentang yang Sakral da Propan. Di mana moralitas merupakan hubungan ke tuhan secara tidak langsung.
Durkheim menyatakan bahwa seluruh kodrat kita mempunyai kebutuhan untuk dipaksa dan diikat serta dibatasi baik kodrat intelektualnya maupun kodrat emosionalnya, karena dalam kenyataan nalar bukan kekuatan transendent, melainkan bagian dari alam dan tunduk pada hukum alam. Karena alam itu terbatas, dan semua pembatasan mengisyaratkan kekuatan yang membatasi, sehingga tampak bahwa otonomi kehendak harus kita tolak dan buang jauh-jauh dari pikiran.[3] Dalam hal ini dimana kadang kala kita terikat akan suatu struktur sosial yang berbau moral untuk menbentuk individu ke yang lebih baik.
 Dalam moralitas ini adanya fakta sosial, moralitas ini merupakan hal yang menjadi pengekang dalam realitas sosial tanpa di sadari secara keseluruhan dalam individu maupun kelompok. Adanya aturan tak bersarat yang ada d masyarakat yang menjadikan individu tak bebas akan ber ekspresi, karna dengan moralitas ini ketika suatu aturan yang telah di setujui oleh masyarakat di langgar oleh setiap individu, maka akan ada sebuah hakiman tersendiri terhadap individu pengekang. Sekalipun hakiman itu tak berwujud secara jelas akan tetapi ada melalui perasaan yang bersifat adanya ikatan solidaritas. Moralitas ini senantiasa mengarahkan individu kea rah yang lebih baik secara kesepakatan bersama, walaupun kadang kala individu tidak bisa berbuat lebih.
Adapun dalam penelitian yang akan di lakukan setidaknya teori ini aka menjadi sebuah pegangan untuk melihat relitas masyarakat sekaligus menganalisis permasalahan dengan teori Emile Durkheim dan untuk membuktikan teori Durkheim, masih pantaskah di era modern ini.

B. Tinjauan Pustaka
            Dalam tinjauan pustaka ini penulis menemukan beberapa orang yang telah melakukan penelitian dalam tema yang sama,yaitu ziarah kubur. serta penulis mencoba mendeskripsikan hasil penelitian orang lain walaupun tidak secara detail,yang mana penulis temukan menggunakan internet/media sosial.
            Pertama, Asep Ma’mun Muttaqien tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Ziarah Kubur (Studi Kasus Atas Masyarakat Aeng Panas) Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien (Idia) Prenduan Fakultas Ushuluddin  Jurusan Akidah Filsafat Tahun 2007. Dalam penelitian ini merumuskan kedalam beberapa bagian di antaranya motivasi ziarah kubur,prsepsi ziarah kubur,serta tata cara ziarah kubur yang menjadi sebuah inti penelitiannya.
            Kedua, tentang motivasi sosial keagamaan ziarah kubur di makam waliyah zainab di ponegoro untuk memenuhi syarat memproleh s1 di Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Fakultas Usuludin dan Pemikiran Islam,tahun 2015 oleh saudara umar faruq. Dalam skripsi ini mengemukakan penyebab terjadinya suatu ziarah yaitu berawal dari wali yang semas hidupnya berwibawa dan mempunyai karisma. Lalu ziarah kubur di wilayah zainab ponogoro tergolong dalam sosioreligio kultural yang terdapat seprti NU,abangan,santri dan priyai yang satu tempat tetapi memilki tujuan yang berbeda,sehingga mampu mewujudkan tradisi islam yang kolaboratif.
            Setelah melihat dari hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan dari beberapa penelitian, mereka mengkaji hahikat ziarah bagi masyarakat itu sendiri. Penulis hampir sama dengan yang lain akan tetapi penulis di penelitian ini lebih menekankan kepada masyarakat pendatang yag jauh-jauh sampe ke banten ini sendiri, ini yang akan menjadi bahan sebuah penelitian nantinya. Dimana permasalahan ini merupakan sebuah pemasalahan yang masih ada sangkut pautnya dengan teori Durkheim tentang yang Sakral dan profane,serta Moralitas Agama dan sosial. Karna dalam masalah ini mecari apakah adanya suatu tuntutan sosial,pribadi,ataukah atas dasar keinginan individu itu sendiri.
























BAB III

D. Metode Penelitian.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografis. Penelitian kualitatip merupakan suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian (McMillan & Schumacher, 2003). Sementara itu, menurut (Sugiono, 2009:15), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositifsime, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sample sumber dan data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi (gabungan) analisis data bersifat induktif / kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna daripada generalisasi.[4]
            Dengan demikian,pendekatan kualitatif yang memiliki karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data lansung, deskriptif, proses lebih dipentingkan dari pada hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif dan makna merupakan hal yang esensial. Ada 6 (enam) macam metodologi penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu: etnografis, studi kasus, grounded theory, interaktif, partisipatories, dan penelitian tindakan kelas.Dalam hal ini penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus (case study), yaitu: suatu penelitian yang dilakukan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan suatu unit sosial: individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat

1.Tempat Penelitian
Penelitian ini bertempat di Banten Lama, karna atas pertimbangan yang menunjukan suatu tempat di mana orang banyak datang dari berbagai tempat untuk melakukan ziarah. Serta cukup strategis untuk di jadikan tempat penelitian ziarah.
2. menentukan informan
Dalam menentukan informan dalam hal ini yaitu masyarakat pendatang yang melakukan ziarah di Banten Lama. Informan yang saya tentukan yaitu masyarakat pendatang untuk ziarah di Banten Lama.
3. Tehnik Pengumpulan Data.
Pengumpulan data yang di pakai melalui wawacara,observasi sekaligus dokumen (catatan atau sebuah rekaman) untuk memudahkan dalam menyusun hasil penelitian.
1.      Wawancara
Wawancara etrografis singkatnya mengilustrasikan sebagian besar peristiwa percakapan.[5] Dlam hal ini sudah tentu melakukan dialog antar peneliti dan informan untuk mencari makna ziarah bagi masyarakat.
2.      Observasi
Bagaimana  kita melihat suatu tindakannya atau gerak-gerik  informan  ketika berpendapat agar lebih mendalam untuk mencari tau makna ziarah bagi masyarakat itu sendiri pada umumnya.
3.      Dokumentasi
Lalu dokumentasi di mana ini yang akan sangat berpengaruh dalam penelitian agar tidak mudah lupa serta untuk menyusun secara terstruktur hasil dari penelitian itu sendiri,karna pada dasarnya penelitian ini akan bersifat tidak di ketahui oleh informan itu sendiri,agar ketika penelitian berlangsung informan tidak merasa canggung untuk mengungkapkan yang sebenarnya.

4. Analisis Data
Dalam tahap analisis data yang di pakai oleh penulis merupakan analisis data kualitatip yaitu Metode Perbandingan Tetap ( constant comparative Method ), Metode ini dikemukan oleh Glaser & Strauss dalam buku mereka The Discovery Of Grouded Research. Dinamakan metode perbandingan tetap atau Constant Comparative Method karena dalam analisis data, secara tetap membandingkan satu datum yang lain, dan kemudian secara tetap membandingkan kategori dengan kategori lainnya.
Secara umum proses analisis datanya mencakup : reduksi data, kategorisasi data, sintesisasi, dan diakhiri dengan menyususn hipotesis kerja.
a.       Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pengumpulan data hasil dari penelitian
b.      Kategorisasi Data
Kategorisasi data merupakan proses pemilihan data yang tepat untuk di jadikan suatu data dalam menyusun hasil penelitian.
c.       Sintesisasi
dalam menyusun data hasil penelitian dalam hal ini sekaligus mengkomparasikan  dengan yang sudah melakukan penelitian yang terkait dalam tema yang sama yaitu ziarah.
5. Tahap penyusunan
Dalam tahap penyusunan ini dilakukan setelah reduksi data,sintesisasi,dan hipotesis kerja telah di lakukan lalu menyusun laporan penelitian.


BAB IV
PENJELASAN UMUM LOKASI

A. KEBANTENAN[6]
1. Administratif , Luas Wilayah, dan Letak Geografis
Banten merupakan provinsi yang berdiri berdasarkan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2000 secara administratif, terbagi atas 4 Kabupaten dan 4 Kota yaitu : Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Serang, Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang dan Kota Cilegon, dengan luas 9.160,70 Km2.   Letak geografis Provinsi Banten pada batas Astronomi 105º1'11² - 106º7'12² BT dan 5º7'50² - 7º1'1² LS, dengan jumlah penduduk sebesar 12.548.986 Jiwa. Letak di Ujung Barat Pulau Jawa memposisikan Banten sebagai pintu gerbang Pulau Jawa dan Sumatera dan berbatasan langsung dengan wilayah DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Posisi geostrategis ini tentunya menyebabkan Banten sebagai penghubung utama jalur perdagangan Sumatera – Jawa bahkan sebagai bagian dari sirkulasi perdagangan Asia dan Internasional serta sebagai lokasi aglomerasi perekonomian dan permukiman yang potensial. Batas wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Barat dengan Selat Sunda, serta di bagian Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sehingga wilayah ini mempunyai sumber daya laut yang potensial.
2.  Topografi.
Topografi wilayah Provinsi Banten berkisar pada ketinggian 0 – 1.000 m dpl. Secara umum kondisi topografi wilayah Provinsi Banten merupakan dataran rendah yang berkisar antara 0 – 200 m dpl yang terletak di daerah Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kabupaten Pandeglang, dan sebagian besar Kabupaten Serang. Adapun daerah Lebak Tengah dan sebagian kecil Kabupaten Pandeglang memiliki ketinggian berkisar 201 – 2.000 m dpl dan daerah Lebak Timur memiliki ketinggian 501 – 2.000 m dpl yang terdapat di Puncak Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun. Kondisi topografi suatu wilayah berkaitan dengan bentuk raut permukaan wilayah atau morfologi.  Morfologi wilayah Banten secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu morfologi dataran, perbukitan landai-sedang (bergelombang rendah-sedang) dan perbukitan terjal. Morfologi Dataran Rendah umumnya terdapat di daerah bagian utara dan sebagian selatan. Wilayah dataran merupakan wilayah yang mempunyai ketinggian kurang dari 50 meter dpl (di atas permukaan laut) sampai wilayah pantai yang mempunyai ketinggian 0 – 1 m dpl. 
Morfologi Perbukitan Bergelombang Rendah - Sedang sebagian besar menempati daerah bagian tengah wilayah studi.  Wilayah perbukitan terletak pada wilayah yang mempunyai ketinggian minimum 50 m dpl.  Di bagian utara Kota Cilegon terdapat wilayah puncak Gunung Gede yang memiliki ketingian maksimum 553 m dpl, sedangkan perbukitan di Kabupaten Serang terdapat wilayah selatan Kecamatan Mancak dan Waringin Kurung dan di Kabupaten Pandeglang wilayah perbukitan berada di selatan. Di Kabupaten Lebak terdapat perbukitan di timur berbatasan dengan Bogor dan Sukabumi dengan karakteristik litologi ditempati oleh satuan litologi sedimen tua yang terintrusi oleh batuan beku dalam seperti batuan beku granit, granodiorit, diorit dan andesit. Biasanya pada daerah sekitar terobosaan batuan beku tersebut terjadi suatu proses remineralisasi yang mengandung nilai sangat ekonomis seperti cebakan bijih timah dan tembaga.
3. Hidrologi  dan Klimatologi.
Potensi sumber daya air wilayah Provinsi Banten banyak ditemui di Kabupaten Lebak, sebab sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan hutan lindung dan hutan produksi terbatas.
Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai (DAS), Provinsi Banten dibagi menjadi enam DAS, yaitu :
  1. DAS Ujung Kulon, meliputi wilayah bagian Barat Kabupaten Pandeglang (Taman Naional Ujung Kulon dan sekitarnya);
  2. DAS Cibaliung-Cibareno, meliputi bagian Selatan wilayah Kabupaten Pandeglang dan bagian selatan wilayah Kabupaten Lebak;
  3. DAS Ciujung-Cidurian, meliputi bagian Barat wilayah Kabupaten Pandeglang;
  4. DAS Rawadano, meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Serang  dan Kabupaten Pandeglang;
  5. DAS Teluklada, meliputi bagian Barat wilayah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon;
  6. DAS Cisadane-Ciliwung, meliputi bagian Timur wilayah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang.
Tata air permukaan untuk wilayah Provinsi Banten sangat tergantung pada sumber daya air khususnya sumber daya air bawah tanah. Terdapat 5 satuan Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) yang telah di identifikasi, yang bersifat lintas kabupaten maupun kota, antara lain CABT Labuan, CABT Rawadano dan CABT Malingping dan lintas propinsi, meliputi CABT Serang – Tangerang dan CABT Jakarta.
Potensi dari masing-masing satuan cekungan air bawah tanah ini, dapat diuraikan sebagai berikut:
a.    Satuan Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) Labuan
CABT Labuan ini mencakup wilayah Kabupaten Pandeglang (± 93 %) dan Kabupaten Lebak (± 7 %) dengan luas lebih kurang 797 km2. Batas cekungan air bawah tanah di bagian barat adalah selat Sunda, bagian utara dan timur adalah batas pemisah air tanah dan di bagian selatan adalah batas tanpa aliran karena perbedaan sifat fisik batuan. Jumlah imbuhan air bawah tanah bebas (air bawah tanah pada lapisan akuifer tak tertekan/akuifer dangkal) yang berasal dari air hujan terhitung  sekitar 515 juta m3/tahun. Sedang pada tipe air bawah tanah pada akuifer tertekan/akuifer dalam, terbentuk di daerah imbuhannya yang terletak mulai elevasi di atas 75 m dpl sampai daerah puncak Gunung Condong, Gunung Pulosari dan Gunung Karang;
b.      Satuan Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) Rawadano
CABT Rawadano mencakup wilayah Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang, dengan total luas cekungan lebih kurang 375 km2. Batas satuan cekungan satuan air bawah tanah ini di bagian utara, timur dan selatan berupa batas pemisah air bawah tanah yang berimpit dengan batas air permukaan yang melewati Gunung Pasir Pematang Cibatu (420 m), Gunung Ipis (550 m), Gunung Serengean (700 m), Gunung Pule (259 m), Gunung Kupak (350 m), Gunung Karang (1.778 m), Gunung Aseupan (1.174 m) dan Gunung Malang (605 m). Sedang batas di bagian barat adalah Selat Sunda. perhitungan imbuhan air bawah tanah, menunjukkan intensitas air hujan yang turun dan membentuk air bawah tanah di wilayah satuan cekungan ini sejumlah 180 juta m3/tahun, sebagian diantaranya mengalir dari lereng Gunung Karang menuju Cagar Alam Rawadano  sekitar  79 m3/tahun. Sedang air bawah tanah yang berupa mata air pada unit akuifer volkanik purna Danau yang dijumpai di sejumlah 115 lokasi menunjukkan total debit mencapai 2.185 m3/tahun. Sementara itu pada unit akuifer volkanik Danau pada 89 lokasi, mencapai debit 367 m3/tahun. Total debit dari mata air keseluruhan sebesar 2.552 m3/tahun;
c.     Satuan Sub Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) Serang – Cilegon
Satuan sub cekungan ini merupakan bagian dari CABT Serang – Tangerang, yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kota Serang, Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Pandeglang, dengan luas wilayah sekitar 1.200 km2. Batas satuan cekungan ini di bagian utara adalah laut Jawa, bagian timur adalah K.Ciujung, bagian selatan merupakan batas tanpa aliran dan bagian barat adalah Selat Sunda.
Dari hasil perhitungan neraca air menunjukkan jumlah imbuhan air bawah tanah di wilayah satuan cekungan ini sebesar 518 juta m3/tahun, sedang jumlah aliran air bawah tanah pada tipe lapisan akuifer tertekan sekitar 13 m3/ tahun, berasal dari daerah imbuhan yang terletak di sebelah utara dan barat daya yang mempunyai elevasi mulai sekitar 50 m dpl.
d.      Satuan Sub Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) Tangerang
Satuan sub cekungan ini mencakup wilayah Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak dan sebagian Kabupaten Bogor (Provinsi Jawa Barat), dengan total luas sekitar 1.850 km2. Batas sub cekungan ini di sebelah Utara adalah Laut Jawa, bagian timur adalah Kali Cisadane, bagian Selatan yang merupakan kontak dengan lapisan nir akuifer, serta bagian barat adalah Kali Ciujung. Jumlah imbuhan air bawah tanah di seluruh sub CABT Tangerang sekitar 311 juta m3/tahun, sedangkan jumlah aliran air bawah tanah tertekan terhitung sekitar 0,9 juta m3/tahun. Iklim wilayah Banten sangat dipengaruhi oleh Angin Monson (Monson Trade) dan Gelombang La Nina atau El Nino. Saat musim penghujan (Nopember - Maret ) cuaca didominasi oleh angin Barat (dari Sumatera, Samudra Hindia sebelah selatan India) yang bergabung dengan angin dari Asia yang melewati Laut Cina Selatan. Agustus), cuaca didominasi oleh angin Timur yang menyebabkan wilayah Banten mengalami kekeringan yang keras terutama di wilayah bagian pantai utara, terlebih lagi bila berlangsung El Nino. Temperatur di daerah pantai dan perbukitan berkisar antara 22º C dan 32º C, sedangkan suhu di pegunungan dengan ketinggian antara 400 –1.350 m dpl mencapai antara 18º C –29º C.
Curah hujan tertinggi sebesar 2.712 – 3.670 mm pada musim penghujan bulan September – Mei mencakup 50% luas wilayah Kabupaten Pandeglang sebelah barat dan curah  335 – 453 mm pada bulan September – Mei mencakup 50% luas wilayah Kabupaten Serang sebelah Utara, seluruh luas wilayah Kota Cilegon, 50% luas wilayah Kabupaten Tangerang sebelah utara dan seluruh luas wilayah Kota Tangerang. Pada musim kemarau, curah hujan tertinggi sebesar 615 – 833 mm pada bulan April – Desember mencakup 50% luas wilayah Kabupaten Serang sebelah utara, seluruh luas wilayah Kota Cilegon, 50% luas wilayah Kabupaten Tangerang sebelah utara dan seluruh luas wilayah Kota Tangerang, sedangkan curah hujan terendah pada musim kemarau sebanyak 360 – 486 mm pada bulan Juni – September mencakup 50% luas wilayah Kabupaten Tangerang sebelah selatan dan 15% luas wilayah Kabupaten Serang sebelah Tenggara.

4.  Kemiringan
Kondisi kemiringan lahan di Provinsi Banten terbagi menjadi tiga kondisi yang ekstrim yaitu:
  1. Dataran yang sebagian besar terdapat di daerah Utara Provinsi Banten yang memiliki tingkat kemiringan lahan antara 0 – 15%, sehingga menjadi lahan yang sangat potensial untuk pengembangan seluruh jenis fungsi kegiatan. Dengan nilai kemiringan ini tidak diperlukan banyak perlakuan khusus terhadap lahan yang akan dibangun untuk proses prakonstruksi. Lahan dengan kemiringan ini biasanya tersebar di sepanjang pesisir Utara  Laut Jawa, sebagian wilayah Serang, sebagian Kabupaten Tangerang bagian utara serta wilayah selatan yaitu di sebagaian pesisir Selatan dari Pandeglang hingga Kabupaten Lebak;    
  2. Perbukitan landai-sedang (kemiringan  < 15% dengan tekstrur bergelombang rendah-sedang) yang sebagian besar dataran landai terdapat di bagian utara meliputi Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang, serta bagian utara Kabupaten Pandeglang;
  3. Daerah perbukitan terjal (kemiringan < 25%)  terdapat di Kabupaten Lebak, sebagian kecil Kabupaten Pandeglang bagian selatan dan Kabupaten Serang.

Perbedaan kondisi alamiah ini turut berpengaruh terhadap timbulnya ketimpangan pembangunan yang semakin tajam, yaitu wilayah sebelah utara memiliki peluang berkembang relatif lebih besar daripada wilayah sebelah Selatan.
5.  Jenis Tanah
Sumber daya tanah wilayah Provinsi Banten secara geografis terbagi dua tipe tanah yaitu: (a)  kelompok tipe tanah sisa atau residu dan (b) kelompok tipe tanah hasil angkutan. Secara umum distribusi dari masing-masing tipe tanah ini di wilayah Propinsi Banten, terdapat di Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Masing-masing tipe tanah yang terdapat di wilayah tersebut antara lain: 1.  aluvial pantai dan sungai; 2.  latosol; 3. podsolik merah kuning; 4.  regosol; 5.  andosol; 6.  brown forest; 7. glei.
6.  Geologi
Struktur geologi daerah Banten terdiri dari formasi batuan dengan tingkat ketebalan dari tiap-tiap formasi berkisar antara 200 – 800 meter dan tebal keseluruhan diperkirakan melebihi 3.500 meter. Formasi Bojongmanik merupakan satuan tertua berusia Miosen akhir, batuannya terdiri dari perselingan antara batu pasir dan lempung pasiran, batu gamping, batu pasir tufaan, konglomerat dan breksi andesit, umurnya diduga Pliosen awal. Berikutnya adalah Formasi Cipacar yang terdiri dari tuf batu apung berselingan dengan lempung tufaan, konglomerat dan napal glaukonitan, umurnya diiperkirakan Pliosen akhir. Di atas formasi ini adalah Formasi Bojong yang terdiri dari napal pasiran, lempung pasiran, batu gamping kokina dan tuf.
Banten bagian selatan terdiri atas batuan sedimen, batuan gunung api, batuan terobosan dan Alluvium yang berumur mulai Miosen awal hingga Resen, satuan tertua daerah ini adalah Formasi Bayah yang berumur Eosen. Formasi Bayah terdiri dari tiga anggota yaitu Anggota Konglomerat, Batu Lempung dan Batu Gamping. Selanjutnya adalah Formasi Cicaruruep, Formasi Cijengkol, Formasi Citarate, Formasi Cimapang, Formasi Sareweh, Formasi Badui, Formasi Cimancuri dan Formasi Cikotok. Batuan Gunung Api dapat dikelompokan dalam batuan gunung api tua dan muda yang berumur Plistosen Tua hingga Holosen. Batuan terobosan yang dijumpai bersusunan andesiot sampai basal. Tuf Cikasungka berumur Plistosen, Lava Halimun dan batuan gunung api Kuarter. Pada peta lembar Leuwidamar disajikan pula singkapan batuan metamorf yang diduga berumur Ologo Miosen terdiri dari Sekis, Genes dan Amfibolit yang tersingkap di bagian utara tubuh Granodiorit Cihara. Dorit Kuarsa berumur Miosen tengah hingga akhir, Dasit dan Andesit berumur Miosen akhir serta Basal berumur kuarter. Batuan endapan termuda adalah aluium dan endapan pantai yang berupa Kerikil, pasir, lempung, rombakan batu gamping, koral bercampur pecahan moluska atau kerang kerangan, gosong pantai dan gamping terumbu.

B. BERDIRINYA KESULTANAN BANTEN [7]
Masuknya Hindu-Budha menjadikan kawasan Banten dikenal dengan sebutan Banten girang yang merupakan sebuah bagian Kerajaan Sunda yaitu bagian Kerajaan Taruma. Sebagai daerah sekaligus sebuah bangsa, Banten telah lama dikenal dalam peta masyarakat dunia. Berbagai sumber asing menyebutkan Banten (saat itu dikenal dengan Bantam) sebagai satu dari beberapa daerah yang menjadi rute pelayaran dimana sebagai salah satu daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten yang berada di jalur perdagangan internasional, berinteraksi dengan dunia luar sejak awal abad Masehi. Kemungkinan pada abad ketujuh Banten sudah menjadi pelabuhan internasional. Berbagai konsekuensi logisnya, Islam diyakini telah masuk dan berakulturasi dengan budaya setempat sebagaimana diceritakan dalam berita Tome Pires pada tahun 1513. Proses Islamisasi Banten, yang diawali oleh Sunan Ampel, kemudian diteruskan oleh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Fase sejarah penting menguatnya pengaruh Islam terjadi ketika Bupati Banten menikahkan adiknya, yang bernama Nyai Kawunganten, dengan Syarif Hidayatullah yang kemudian melahirkan dua anak yang diberi nama Ratu Wulung Ayu dan Hasanuddin sebagai cikal bakal dimulainya fase sejarah Banten sebagai Kesultanan Banten (Djajadiningrat, 1983:161). Bersama putranya inilah Sunan Gunung Jati melebarkan pengaruh dalam menyebarluaskan agama Islam ke seluruh tatar Sunda hingga saatnya Sang Wali kembali ke Cirebon.
Takluknya Prabu Pucuk Umun di Wahanten Girang (sekarang dikenal dengan daerah Banten Girang di Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang - Wahanten Girang merupakan bagian wilayah dari Kerajaan Padjadjaran yang berpusat di Pakuan - sekarang dikenal dengan wilayah Pakuan Bogor) pada tahun 1525 selanjutnya menjadi tonggak dimulainya era Banten sebagai Kesultanan Banten dengan dipindahkannya Pusat Pemerintahan Banten dari daerah Pedalaman ke daerah Pesisir pada tanggal 1 Muharam 933 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1526 (Microb dan Chudari, 1993:61). Atas pemahaman geo-politik yang mendalam Sunan Gunung Jati menentukan posisi Keraton, Benteng, Pasar dan Alun-alun yang harus dibangun di dekat kuala Sungai Banten yang kemudian diberi nama Keraton Surosowan. Kurang lebih dalam kurun waktu 26 tahun, Banten menjadi sebuah kerajaan yang besar dan maju. Pada tahun 1552 Masehi, Banten bukan hanya sekedar sebuah Kadipaten tetapi diubah menjadi negara bagian Kesultanan Demak dengan dinobatkannya Hasanuddin sebagai Sultan dari Kesultanan Banten dengan gelar Maulana Hasanuddin Penembahan Surosowan. Di bawah pimpinan Hasanuddin sebagai Kesultanan Banten, sekaligus penyebaran dakwah-dakwa Islam oleh Sultan Hasanuddin. Kepercayaan masyarakat sebelumnya dikenal sebagai masa Banten Girang bagian dari Kerajaan Sunda dengan menganut kepercayaan Hindu-Budha di bawah Kesultanan Banten yang berlandaskan asas Islam.
Adanya kerjasama Sunda-Portugal dalam bidang ekonomi dan politik, hal ini dianggap dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugal dari Melaka tahun 1513. Atas perintah Trenggana, bersama dengan Fatahillah melakukan penyerangan dan penaklukan Pelabuhan Kelapa sekitar tahun 1527, yang waktu itu masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda. Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.
Ketika sudah menjadi Pusat Kesultanan Banten, sebagaimana dilaporkan oleh J. de Barros, Banten merupakan pelabuhan besar di Jawa, sejajar dengan Malaka. Kota Banten terletak di pertengahan pesisir sebuah teluk (Teluk Banten), yang lebarnya sampai tiga mil. Kota ini panjangnya 850 depa. Di tepi laut kota itu panjangnya 400 depa, masuk ke dalam ia lebih panjang. Melalui tengah-tengah kota ada sebuah sungai yang jernih, dimana kapal jenis jung dan gale dapat berlayar masuk. Sepanjang pinggiran kota ada sebuah anak sungai, di sungai yang tidak seberapa lebar itu hanya perahu-perahu kecil saja yang berlayar masuk. Pada sebuah pinggiran kota itu ada sebuah benteng yang dindingnya terbuat dari bata dan lebarnya tujuh telapak tangan. Bangunan-bangunan pertahanannya terbuat dari kayu, terdiri dari dua tingkat, dan dipersenjatai dengan senjata yang baik. Di tengah kota terdapat alun-alun yang digunakan untuk kepentingan kegiatan ketentaraan dan kesenian rakyat dan sebagai pasar di pagi hari. Keraton Sultan terletak di bagian selatan alun-alun. Di sampingnya terdapat bangunan datar yang ditinggikan dan beratap, disebut Srimanganti, yang digunakan sebagai tempat Sultan bertatap muka dengan rakyatnya. Di sebelah barat alun-alun didirikan sebuah Masjid Agung (Djajadiningrat, 1983:84).
Pada awal abad ke-17 Masehi, Banten merupakan salah satu pusat perniagaan penting dalam jalur perniagaan internasional di Asia. Tata administrasi modern pemerintahan dan kepelabuhan sangat menunjang bagi tumbuhnya perekonomian masyarakat. Ketika orang Belanda tiba di Banten untuk pertama kalinya, orang Portugis telah lama masuk ke Banten. Kemudian orang Inggris mendirikan loji di Banten dan disusul oleh orang Belanda. Selain itu, orang-orang Perancis dan Denmark pun pernah datang di Banten. Dalam persaingan antara pedagang Eropa ini, Belanda muncul sebagai pemenang. Orang Portugis melarikan diri dari Banten (1601), setelah armada mereka dihancurkan oleh armada Belanda di perairan Banten. Orang Inggris pun tersingkirkan dari Batavia (1619) dan Banten (1684) akibat tindakan orang Belanda (Ekadjati (ed.), 1984:97). Wujud dari interaksi budaya dan keterbukaan masyarakat Banten tempo dulu dapat dilihat dari berkembangnya perkampungan penduduk yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara seperti Melayu, Ternate, Banjar, Banda, Bugis, Makassar, dan dari Jawa sendiri serta berbagai bangsa dari luar Nusantara seperti Pegu (Birma), Siam, Parsi, Arab, Turki, Bengali, dan Cina (Leur, 1960:133-134; Tjiptoatmodjo, 1983:64). Setidaknya inilah fakta sejarah yang turut memberikan kontribusi bagi kebesaran dan kejayaan Banten.
Dalam usahanya membangun Banten, Maulana Hasanuddin sebagai Sultan Banten pertama (1552-1570), menitikberatkan pada pengembangan sektor perdagangan dengan lada sebagai komoditas utama yang diambil dari daerah Banten sendiri serta daerah lain di wilayah kekuasaan Banten, yaitu Jayakarta, Lampung, dan terjauh yaitu dari Bengkulu (Tjandrasasmita, 1975:323). Perluasan pengaruh juga menjadi perhatian Sultan Hasanuddin melalui pengiriman ekspedisi ke pedalaman dan pelabuhan-pelabuhan lain. Sunda Kelapa sebagai salah satu pelabuhan terbesar berhasil ditaklukkan pada tahun 1527 dan takluknya Sunda Kelapa menjadi "Jayakarta" (setelah jatuh ketangan VOC-Belanda berubah menjadi Batavia kemudian berubah lagi menjadi Jakarta). Dengan takluknya Sunda Kelapa, Banten memegang peranan strategis dalam perdagangan lada yang sekaligus menggagalkan usaha Portugis di bawah pimpinan Henrique de Leme dalam usahanya menjalin kerjasama dengan Raja Sunda/Padjadjaran (Kartodirdjo, 1992:33-34). Sunda Kelapa merupakan Pelabuhan Utama Kerajaan Padjadjaran, dengan jatuhnya Sunda Kelapa ke Kesultanan Banten praktis Kerajaaan Padjadjaran kehilangan wilayah pesisir utamanya yang sebelumnya Pelabuhan Caruban oleh Kesultanan Demak dan kemudian berdirinya Kesultanan Cirebon. Sebelumnya Kerajaan Padjadjaran hendak menjalin kerjasama dengan orang-orang Portugis untuk menghadapi pengaruh Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten di wilayah pesisir utara. Paska wafatnya Maulana Hasanuddin, pemerintahan dilanjutkan oleh Maulana Yusuf (1570-1580), putra pertamanya dari Ratu Ayu Kirana, putri Sultan Demak. Kemasyuran Banten makin meluas ketika politik ekspansinya berhasil pula menaklukkan Kerajaan Padjadjaran di Pakuan yang dibantu oleh Kesultanan Cirebon pada tahun 1579 sehingga Kerajaan Padjadjaran akhirnya benar-benar runtuh (Atja, 1986: 151-152, 189).
Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, sektor pertanian berkembang pesat dan meluas hingga melewati daerah Serang sekarang, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air bagi sawah-sawah tersebut dibuat terusan irigasi dan bendungan. Danau Tasikardi (buatan) merupakan sumber pemenuhan kebutuhan air bersih bagi penduduk kota, sekaligus sebagai sumber pengairan bagi daerah pesawahan di sekitar kota. Sistem filtrasi air dengan metode pengendapan di pengindelan abang dan pengindelan putih merupakan bukti majunya teknologi air pada masa tersebut. Pada masa Maulana Yusuf memerintah, perdagangan Banten sudah sangat maju dan Banten bisa dianggap sebagai sebuah kota pelabuhan emperium, tempat barang-barang dagangan dari berbagai penjuru dunia digudangkan dan kemudian didistribusikan (Michrob dan Chudari, 1993:82-83). Tumbuh dan berkembangnya pemukiman-pemukiman pendatang dari mancanegara terjadi pada masa ini. Kampung Pekojan umpamanya untuk para pedagang Arab, Gujarat, Mesir, dan Turki, yang terletak di sebelah barat Pasar Karangantu. Kampung Pecinan untuk para pedagang Cina, yang terletak di sebelah barat Masjid Agung Banten.
Masa kejayaan Banten selanjutnya diteruskan oleh Maulana Muhammad paska mangkatnya Maulana Yusuf pada tahun 1580. Maulana Muhammad dikenal sebagai sultan yang amat saleh. Untuk kepentingan penyebaran agama Islam ia banyak menulis kitab-kitab agama Islam yang kemudian dibagikan kepada yang membutuhkannya. Kesejahteraan masjid dan kualitas kehidupan keberagamaan sangat mewarnai masa pemerintahannya walaupun tak berlangsung lama karena kematiannya yang tragis dalam perang di Palembang pada tahun 1596 dalam usia sangat muda, sekitar 25 tahun. Paska mangkatnya Maulana Muhammad Banten mengalami masa deklinasi ketika konflik dan perang saudara mewarnai keluarga kesultanan khususnya selama masa perwalian Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir yang baru berusia lima bulan ketika ayahandanya wafat. Puncak perang saudara bermuara pada peristiwa Pailir, dan setelahnya Banten mulai kembali menata diri.
Dengan berakhirnya masa perwalian Sultan Muda pada bulan Januari 1624, maka Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir diangkat sebagai Sultan Banten (1596-1651). Sultan yang baru ini dikenal sebagai orang yang arif bijaksana dan banyak memperhatikan kepentingan rakyatnya. Bidang pertanian, pelayaran, dan kesehatan rakyat mendapat perhatian utama dari Sultan Banten ini. Ia berhasil menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara lain, terutama dengan negara-negara Islam. Dialah penguasa Banten pertama yang mendapat gelar Sultan dari penguasa Arab di Mekkah (1636). Sultan Abdul Mufakhir bersikap tegas terhadap siapa pun yang mau memaksakan kehendaknya kepada Banten. Misalnya menolak kemauan VOC yang hendak memaksakan monopoli perdagangan di Banten (Ekadjati (ed.), 1984:97-98). Dan akibatnya kebijakannya ini praktis masa pemerintahannya diwarnai oleh ketegangan hingga blokade oleh VOC terhadap Banten.
Pengepungan Belanda di Tanara dapat digagalkan oleh pasukan yang dipimpin oleh Tubagus Singaraja, penguasa Banten di sana, sedangkan pengepungan di perairan dan Pelabuhan Banten baru dapat digagalkan setelah ada siasat baru. Atas usul wangsadipa, para prajurit Banten memuatkan sampah dan rumput kering ke atas beberapa perahu kecil dan membasahinya dengan minyak bakar. Malam harinya, perahu perahu tersebut diluncurkan menuju kapal VOC. Dalam jarak yang dekat barulah rumput kering itu dibakar. Peristiwa ini disebut Pabaranang.
Pada tanggal 10 Maret 1651, Sultan Abu al Mafakir Mahmud Abdu al Kadir meninggal dunia. Jenazahnya dimakamkan di Kenari, berdekatan dengan kubur sang ibu dan putera kesayangannya yaitu Sultan Abdu Al Ma’ali. Sultan Abdu Al Ma’ali meninggal pada tahun 1650, ia wafat karena sakit. Dari pernikahannya dengan Ratu Martakusuma, puteri dari Pangeran Jayakarta, Sultan Abdu Al Ma’ali yang bergelar sebagai Pengeran Pekik dikaruniai lima anak, yaitu Ratu Kulon atau Ratu Pembayun, Pangeran Surya, Pangeran Arya Kulon, Pangeran Lor dan Pangeran Raja. Setelah Sultan Abu al Mafakir Mahmud Abdu al Kadir meninggal, sebagai pengantinya, diangkat Pangeran Surya, yang bergelar Pangeran Adipati Anom, putera dari Pangeran Pekik.

C. Tempat Yang Sering Dikunjungi Masyarakat[8]
Banten merupakan salah satu provinsi yang terkenal dengan wisata religinya. Sebab, di sana banyak tempat-tempat ziarah yang sering didatangi oleh warga. Pada moment tertentu ribuan warga dari pelosok tanah air berdatangan untuk wisata religi atau pun sekadar mengunjungi peninggalan sejarah para ulama Banten. Makam-makam ulama Banten yang dianggap kramat salah satu menjadi daya tarik pengunjung. Selain itu, lokasi yang unik juga menambah keseruan saat akan menginjakkan kaki di tanah santri tersebut. Dari sekian banyak makam ada beberapa yang sudah menjadi 'kewajiban' pengunjung ketika mendatangi Banten. Berikut empat makam di Banten yang sering dibanjiri pengunjung:
1.Gunung Santri makam Syekh Muhammad Sholeh
Gunung santri merupakan salah satu bukit dan nama kampung yang ada di Desa Bojonegara, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang. Di puncak gunungnya terdapat makam Syekh Muhammad Sholeh. Syekh Muhammad Sholeh adalah Santri dari Sunan Ampel, setelah menimba ilmu beliau menemui Sultan Syarif Hidayatullah atau lebih di kenal dengan gelar Sunan Gunung Jati (ayahanda dari Sultan Hasanudin) pada masa itu penguasa Cirebon. Syekh Muhamad Sholeh bisa menyerupai bentuk ayam jago seperti halnya ayam jago biasa. Hal ini terjadi karena kekuasaan Allah SWT. Karena cerita tersebut banyak warga yang datang untuk melihat langsung makam Syekh Muhamad Sholeh yang bisa menyerupai ayam jago itu. Beliau Wafat pada usia 76 Tahun dan beliau berpesan kepada santrinya jika dia wafat untuk dimakamkan di Gunung Santri. Jarak tempuh dari kaki bukit menuju puncak bejarak 500 M hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. Jalan menuju makam Waliyullah tersebut mencapai kemiringan 70-75 Derajat sehingga membutuhkan stamina yang prima untuk mencapai tujuan jika akan berziarah.

2.Cikadueun makam Syekh Maulana Mansyuruddin
Salah satu tempat ziarah yang sering dikunjungi warga berada di daerah Cikadueun, Pandeglang Banten. Di sana terdapat salah satu makam wali yakni Syekh Maulana Mansyuruddin. Syekh Maulana Mansyuruddin dikenal dengan nama Sultan Haji, beliau adalah putra Sultan Agung Abdul Fatah Tirtayasa (raja Banten ke 6). Yang menarik dari cerita Syekh Maulana Mansyuruddin ketika pada suatu hari Syekh Maulana Mansyur menyebarkan syariah agama Islam di daerah selatan ke pesisir laut. Di dalam perjalanannya di tengah hutan Pakuwon Mantiung Sultan Maulana Mansyuruddin beristirahat di bawah pohon waru sambil bersandar, tiba-tiba pohon tersebut menjongkok seperti seorang manusia yang menghormati, maka sampai saat ini pohon waru itu tidak ada yang lurus. Setelah sekian lama menyiarkan Islam ke berbagai daerah di Banten dan sekitarnya, lalu Syekh Maulana Manyuruddin pulang ke Cikadueun. Akhirnya Syekh Maulana Mansyuruddin meninggal dunia pada tahun 1672 M dan di makamkan di Cikadueun Pandeglang Banten. Hingga kini makam beliau sering diziarahi oleh masyarakat dan dikeramatkan.
3.Caringin makam KH Asnawi
Kampung Caringin yang berada di kecamatan Labuan Pandegalang Banten terkenal pesona Laut yang sangat mempesona. Caringin diambil dari kata beringin yang artinya pohon teduh yang rindang. Di sana terdapat makam seorang ulama pejuang bernama KH Asnawi yang orang kampung biasa memanggil dengan sebutan Mama Asnawi. KH Asnawi lahir di Kampung Caringin sekitar tahun 1850 M, ayah beliau bernama Abdurrahman dan ibunya bernama Ratu Sabi'ah dan merupakan keturunan ke 17 dari Sultan Ageng Mataram atau Raden Fattah. Banten yang terkenal dengan jawara-jawaranya yang memiliki ilmu Kanuragan dan dahulu terkenal sangat sadis dapat ditaklukkan berkat kegigihan dan perjuangan KH Asnawi. Beliau juga terkenal sebagai Ulama dan Jawara yang sakti yang sangat disegani oleh penjajah Belanda. Tahun 1937 KH Asnawi berpulang ke rahmtulloh dan meninggalkan 23 anak dari lima Istri (Hj Ageng Tuti halimah, Hj sarban, Hj Syarifah, Nyai Salfah dan Nyai Nafiah) dan dimakamkandiMasjidSalfiahCaringin. Hingga kini Masjid Salafiah Caringin dan makam beliau tak pernah sepi dari para peziarah baik dari sekitar Banten maupun dari berbagai daerah di Tanah air. Banyak pengalaman menarik dari peziarah yang melakukan i'tikaf di masjid tersebut seperti yang diungkap oleh salah seorang jamaah sewaktu melakukan i'tikaf terlihat pancaran cahaya memenuhi ruangan Masjid yang berusia hampir 200 tahun tersebut.
4. Makam Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Jika berkunjung ke Banten, tidak akan lengkap rasanya tanpa mengunjungi komplek makam para sultan Banten. Makam-makam tersebut berada di Masjid Agung Banten, seperti makam Sultan Maulana Hasanuddin, Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Abdul Mufachir Muhammad Aliyudin, dan lain-lain. Komplek makam ini merupakan paling terkenal nomor satu dari tempat ziarah yang. Sebab salah satu Sultan yaitu Sultan Maulana Hasanuddin merupakan orang yang paling berpengaruh dalam penyebaran Islam di Banten. Masjid Agung Banten terletak di sebelah barat alun-alun Banten, di atas lahan seluas 0,13 hektar. Didirikan pertama kali pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin pada tahun 1566, atau tanggal 5 Zulhijah 966 H dilanjutkan pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf. Bangunan induk masjid ini berdenah segi empat dengan atap bertingkat bersusun 5 atau dikenal dengan istilah atap tumpang. Tiga tingkat yang teratas sama runcingnya. Terdapat menara yang tingginya lebih kurang 23 meter bentuknya seperti mercusuar, pada zaman dulu digunakan sebagai tempat mengumandangkan adzan dan sebagai menara pandang ke lepas pantai. Tiyamah (Paviliun) merupakan bangunan tambahan yang terletak di selatan masjid, berbentuk empat persegi panjang dan bertingkat, pada masanya digunakan sebagai tempat bermusyawarah dan berdiskusi mengenai keagamaan.





BAB V

A. Tinjauan makna ziarah menurut bahasa[9]
Kata ziarah adalah serapan dari bahasa Arab. Jika kita membuka kamus bahasa Arab, kata ziarah berasal dari kata kerja ( fi’il ) زار يزور yang memiliki makna berkunjung. Sedangkan kata ziarah adalah bentuk masdar dari fi’il زار yaitu زيارةَ . maka dikatakan زرتُ إلى أبي بكرٍ ( saya berkunjung kepada abu bakr ). Dari penjelasan diatas maka bisa kita ambil kesimpulan bahwasanya kata ziarah memiliki makna berkunjung, serta tidak ada pengkhususan penggunaan kata ziarah yang diartikan mengunjungi pekuburan. Sehingga dia memiliki makna yang umum semua makna berkunjung masuk pada kata ziarah. Sehingga bila kita inginkan makna yang khusus, maka kita harus menambahkan qoid (pengikat /pengkhususan kata) contoh: ziarah kubur. Maka arti dari kata ziarah tersebut adalah mengunjungi kuburan.
Secara bahasa sendiri kata silaturahmi diambil dari bahasa arab yang tersusun dari dua kata, yaitu kata صلّة yang memiliki arti menyambung dan الرحيم yang memiliki arti hubungan kekerabatan melalui nasab. Sehingga jika dua kata tersebut jika digabungkan bermakna menyambung hubungan antara saudara yang senasab. Dan yang dimaksud menyambung silaturahmi adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama adalah engkau menyambung hubungan ketika saudaramu memutus hubungan, pada saat itulah engkau dikatakan menyambung sillaturahmi. Adapun jika engkau berbuat baik kepada kerabat ketika berbuat baik kepada kita tidak dikatakan dengan silaturahmi, tetapi disebut dengan attakafu’ yaitu membalas kebaikan ketika mereka melakukan kebaikan. Dan orang yang memutus hubungan kekerabatan diancam oleh Rasul dengan tidak masuk surga. Rasul bersabda dalam hadistnya:
(( لا تدخل الجنة قتات ))
“Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali sillaturahmi.” Dan makna قتات adalah memutus tali kekerabatan.
Maka kata sillaturahmi hanya digunakan khusus untuk kerabat yang memiliki hubungan kekeluargaan, dan biasanya digunakan untuk selain kerabat.
Lalu jika kita mengunjungi teman atau tetangga atau yang lainya apa namanya? Maka jawabnya adalah ziarah, dan bukan sillaturahmi, sebagaimana yang telah kita sebutkan diatas tentang makna ziarah.
Setelah kita mengetahui makna yang benar tentang arti ziarah dan silaturahmi tinggal kita membiasakan lisan kita untuk menggunakan dua istilah tadi sesuai dengan maknanya.
B. Sejarah Dan Hukum Berziarah[10]
Ziarah kubur dalam Islam Merupakan sebuah kebiasaan di masyarakat Indonesia saat bulan Ramadhan ataupun Idul Fithri berbondong-bondong ziarah kubur (nyekar) yang seolah-olah perbuatan tersebut pada waktu itu lebih utama padahal pada hakikatnya ziarah kubur bisa dilakukan kapan saja, karena inti dari ziarah kubur adalah untuk mengingat mati agar setiap manusia mempersiapkan bekal dengan amal shalih, jadi bukan kapan dan dimana kita akan mati tapi apa yang sudah kita persiapkan untuk menghadapi kematian. Sebab jika kematian itu telah datang maka tidak akan ada yang mampu memajukan atau memundurkannya walau sesaat pun.
Dalam pandangan Islam, ziarah kubur termasuk ibadah yang pada awalnya diharamkan, yaitu diawal perkembangan Islam. Namun kemudian dianjurkan dalam agama. Pengharaman ziarah kubur sebelumnya disebabkan para shahabat masih baru saja meninggalkan pola kepercayaan jahiliyah, yang salah satu bentuknya seringkali meminta-minta kepada kuburan. Padahal perbuatan itu termasuk perbuatan syirik yang dosanya tidak akan diampuni bila terbawa mati dan belum bertaubat. Termasuk kebiasaan mereka mengkeramatkan kuburan serta melakukan berbagai ritual lainnya yang hukumnya haram.
Namun ketika para shahabat sudah lebih kuat keimanannya, lebih dewasa cara berpikirnya serta sudah tidak ingat lagi masa lalunya tentang ritual aneh-aneh terhadap kuburan, maka Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam pun membolehkan mereka berziarah kubur. Berziarah kubur adalah sesuatu hal yang disyariatkan dalam agama berdasarkan (dengan dalil) hadits-hadits Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam dan ijma’.
Dalil-dalil dari hadits Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam tentang disyariatkannya ziarah kubur di antaranya:
Hadits Buraidah bin Al-Hushaib radhiyallâhu ‘anhu dari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam beliau bersabda,
إِنِّيْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا
Sesungguhnya aku pernah melarang kalian untuk menziarahi kubur, maka (sekarang) ziarahilah kuburan.” Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Muslim (3/65 dan 6/82) dan Imam Abu Dâud (2/72 dan 131) dengan tambahan lafazh,
فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمْ الْآخِرَةَ
Sebab ziarah kubur itu akan mengingatkan pada hari akhirat.”
Dan dari jalan Abu Dâud hadits ini juga diriwayatkan maknanya oleh Imam Al-Baihaqy (4/77), Imam An-Nasâ`i (1/285-286 dan 2/329-330), dan Imam Ahmad (5/350, 355-356 dan 361).
Anjuran untuk berziarah tersebut tak lepas dari dua tujuan pokok utama dalam berziarah :
1.      Sarana untuk mengingat kematian
Anjuran untuk selalu mengingat mati sebenarnya bukan disaat kita sedang berziarah semata, akan tetapi disetiap saat dan disetiap waktu kita dianjurkan untuk senantiasa ingat bahwa kelak cepat atau lambat ajal kita akan datang juga. Akan tetapi dengan berziarah ke makam, tentu hal tersebut seharusnya membuat kita sadar bahwa kita nantinya juga akan dikubur seperti halnya para pendahulu kita yang saat ini sedang dikubur.
Untuk mendoakan ahli kubur.
2.      Anjuran untuk berziarah yang kedua ini tentunya kita dibolehkan untuk mendoakan ahli kubur kita. ingat. MEN-doakan. BUKAN MEMINTA doa kepada ahli kubur. barang siapa meminta kepada selain Allah SWT, maka perbuatan tersebut merupakan kesyirikan. Jadi disaat kita berziarah, kita hendaknya mendoakan ahli kubur tersebut kepada Allah SWT

C. Makna Ziarah Yang Di Fahami Masyarakat
Seperi yang telah di bahas sebelumnya mengenai banten secara umum serta banten lama secara khusus, dimana masyarakat banten yang sering melakukan ziarah secara turun temurun ada dari dahulu kala. Dan ziarah ini merupakan hal yang sudah biasa dalam masyarakat islam yang mana melakukan ziarah ke makam-makam yang sudah terkenal namanya dalam menyebarkan ajaran islam maupun ziarah ke makam sanak sodara di banten dan luar banten pun, sehingga menumbuhkan rasa homat secara batin maupun lahiriah.
“Melakukan ritual ziarah untuk memenuhi hasrat batiniah kecintaan maupun rasa hormat terhadap sultan,syeh maupun ulama-ulama besar, datang kemakamnya untuk mendoakan sekaligus silaturahmi terhadap yang sudah meninggal serta memperkuat rasa iman dan islam dengan mendatangi kuburannya agar selalu ingat bahwa, kita hidup akan mati dan setelah mati dalam ajaran islam dimana adanya suatu  amal perbuatan selama di dunia untuk di akhirat kelak, serta mencari kebarakahan kepada orang-orang yng boleh dikatakan dekat dengan Allah SWT.” Tutur Adang supardan yang mengaku berasal dari desa cigemblong. Ziarah merupakan hal yang rutin di lakukannya setahun sekali atau dua tahun sekali. Ini merupakan hal yang sacral secara niatnya dan merupakan hal yang profan dalam kelakuannya  dimana ada suau interaksi saat berziarah. Interaksi dengan orang-orang yang ada di saat berziarah. ziarah untuk memenuhi batiniah dalam mengingat Allah SWT, ada nilai-nilai yang di bawanya datang berziarah dimana ini merupakan suatu moralitas disiplin yang  mengatur kita untuk bertindak secara berkala.”disiplin moral tidak hanya menunjang hidup moral dalam arti sebenarnya, melainkan pengaruhnya terus berlangsung. Bahkan disiplin moral berperan besar dalam pembentukan watak dan kepribadian pada umumnya."[11]
Dalam hal berpendapat ataupun memaknai segala sesuatu memang seringkali berbeda antara individu satu dengan yang lainnya di mana ziarah pun bisa untuk menjadikan suatu isyarat perantara antara makhluk dengan tuhannya untuk mencapai hal-hal yang di inginkan. Seperti yang di kemukakan seorang santri salaf bondong “kita berziarah di samping mendoakan yang sudah meninggal, disisi lain ketika kita sedang punya hajat dalam hal ilmu kanuragan atau kebatinan, melalui perantara ziarah terhadap yang mempunyai karomah selama hidupnya, sekaligus disebt waliyullah mudah-mudahan keinginan kita tercapai dengan perantara ziarah terhadap orang yang berpengaruh selama hidupnya dalam mengajarkan islam.”[12] Hal yang sacral terjadi di sini di mana adanya unsur-unsur yang ersifat mistis akan tetapi dengan keinginannya pun di sisini untuk dia hidup dalam sehari-hari yang mana ini hal yang profane, misal karna ingin di segani oleh masyarakat atau pun yang lainnya yang menyebabkan pola tindakan serta aura tumbuh dalam diri seseorang. Akan tetapi dalam hal mistis ini perlunya ada suatu kepercayaan yang benar-benar untuk sampai pada apa yang kita  inginankan. Hubungan yang sacral ini yang menjadikan suatu itu ada sekalipun tidak rasional bila secara pikiran bukan secara kenyakina.
Orang datang berziarah tentu melihat akan adanya suatu silsilah yang di ziarahinya, dibanten lama ada nya makam seperti sultan maulana hasanudin yang mana bila di lihat dari silsilahnya beliau merupakan keturunan sunan gunung jati, dan ketika di lihat dari silsilah seterusnya sultan maulana hasnudin ini masih bisa di katakana keturunan nabi Muhammad SAW. Di samping itu sultan maulana hasanudin ini merupakan penyiar agama islam masuk ke banten. “ziarah ke banten salah satu alasannya karna banten salah satu makbaroh auliya allah yang pertama kali menyebar luaskan agama islam di banten, dan banten pun sekaligus pusat tempat penziarahan” lanjut iman.
Akan teapi jika kita lihat ziarah ini bukaan hanya semata-mata untuk mendoakan yang sudah meninggal melainkan ada suatu keinginan yang di tuju entah menginginkan rezeki biar lancer, agar di mudahkan dalam urusan apapun, atau pun yang lainnya. Ziarah bukan lagi merupakan suatu phenomena untuk mengingat mati atau pun berziarah untuk mendoakan. Hal yang sacral merupakan kondisi yang sering di temukan ketika berziarah, karna ada unsur karomah yang di tuju.
Akan tetapi, terpikir di benak saya di mana ziara ini bukan hanya sekedar untuk mendoakan dan mencari kebarokahan semata, melainkan sarana untuk mencari rizki pula, bukan dalam artian hanya kepada seorang kyai ataupun ulama yang membawa untuk berziarah. Karna pada dasarnya manusia yang terbelenggu oleh suatu aturan di mana ketika seseorang berbuat maka seengganya akan ada imbalan yang di berikan bila mampu. Lalu ketika itu sudah menjadi sebuah hal yang tabu maka tersirat di benak saya ada sedikit rasa takut dalam hal ini, takut akan sebuah dogma terhadap masyarakat awam oleh individu yang berilmu atau bisa di sebut ranah politik mendapatkan keuntungan dalam melakukan ziarah.tak jarang orang ketika mengunjungi seorang ulama ataupun yang berpengaruh di masyarakat untuk meminta doanya, seringkali ada sebutan “alakadarnya” ( mengasihkan uang semampunya). Bukan berarti menyalahkan agama ataupun yang di kasih (uang), akan tetapi ini merupakan karakter yang di bentuk oleh agama melalui tatanan sosial, bisa di katakana suatu moralitas yang di bilang Durkheim, dimana moral ini merupakan hal yang berada diluar kendali individu. Akan tetapi mengatur serta memaksa yang di sebut moralitas disiplin ini. Dalam kenyataannya agama berperan penting dalam tingkah laku individu atau pun kelompok untuk bereraan lebih tanpa disadari secara keseluruhan.
Ziarah ini menjadi sebuah tabiat atau suatu kebiasaan, karna moralias  otonom yang bersandar atas akal budi dimana ketika suatu kegiatan di terima oleh akal yang sewajarnya maka moral otonom ini akan berperan dalam hal bertindak ataupun suatu tuntutan yang mengatur individu yg telah dibuatnya. Karna ziarah pun merupakan sudah taka sing dalam masyarakat maka adanya suatu pembentukan pola piker individu dalam menjalani kehendak otonom nya.
Kembali kepada ziarah dimana ada satu peristiwa ziarah di zadikan suatu bisnis oleh seseorang, di pandeglang seperti yang di sebutkan fahri orang pandeglang. Akan tetapi ini bukan salah satu ulama ataupun tokoh agama di sana melainkan anak remaja yang ada di pandeglang, dia mengajak anak-anak yang mau berziarah k banten lama. Disini hal yang baik terlihat jelek bila dibawa keranah yang jelek. Dan ada sebuah penghakiman oleh perasaan kita terhadap apa yang terjadi karna moral yang sudah terbentuk dalam diri kita akan berperan menghakimi yang telah dibentuk oleh kesepakan kolektif salah dan hal yang buruknya.
Seiring dengan kebiasaan di masyarakat ziarah ini merupakan sebuah tradisi dimana seperti yang dikatakan salah seorang dari cigemblong yan telah kita bahas di awa bahwa ketika tifak melakukan ziarah yang sudah rutin dilakoninya,maka ada sedikit keganjalan yang entah tau darimana asalnya. Begitpun ketika kita melihat pendatang yang jauh-jauh datang kebanten untuk berziarah karna ada beberapa factor yang memberi alasan mereka datang jauh-jauh. Seperti ibu edoh yang dari yang dari tasik bilangnya,”datang ke banten lama untuk melakukan ziarah kesultan banten yang telah menyebarkan agama islam di banten, dan sekaligus untuk mengetahui sejarah-sejarah benten serta kesultanan di banten. Sekaligus supaya ada barokahnya datang kebanten lama ini”
Ziarah bila kita lihat secara hal yang positif maka akan terlihat begitu baik. Sebenarnya peziarah tidak melulu hanya identic dengan selalu mencari hal-hal yang mistik, seperti yang di paparkan oleh ibu edoh tadi di saamping mencari barokah akan tetapi sekaligus mencari sebuah pengetahuan, dan tak banyak pula yang belum mengetahui penyiar agama di kalangan jawa barat ini apalagi seluas Indonesia. Bila ziarah selalu di niatkan mendoakan atau mengunjungi untuk bersilaturahmi tentu akan menghasilkan sebuah ritual yang indah.
Ziarah dalam konteks saat ini miris akan akidah menurut saya, karna seringkali peziarah melakukan ziarah hanya karna adanya kebutuhan secara propan dan mengunjungi tempat-tempat yang sacral untuk memenuhi kebutuhan yang propan saja. Sekalipun sesorag berpendapat makam hanya sebagai perantara saja, akan tetapi di khawatirkan melenceng dari hukum yang ada. Tak jarang pula ketika seseorang datang ke tempat yang sacral lalu dengan tujuan tertentu dan tujuannya tercapai, maka yang terlintas dalam kata-katanya “saya datang kesana dengan tujuan demikian, alhamdulillah sekarang dikabulkan” bukan “ Allah telah mengabulkan permitaan saya”. Sebenarnya bila saya kutif dari ust Ni’matullah, beliau berkata. “ Allah tidak butuh perantara untuk mendengar hambanya berdoa, cukup meminta langsung kepadanya tanpa harus ada perantara, kalo berziarah cukup hanya dengan mendoakan”. Lalu teringat akan kata-kata yang di lontarkan oleh seorang pemuda bernama asep sopiyan berasaal dari cikaret “ Datang berziarah agar barokah serta meminta suatu kepada allah dengan perantara sultan yang agamanya lebih kuat dari kita, disamping itu ulama yang faham akan agama secara benar-benar karna saya pun merasa terlalu banyak dosa maka Melalui perantaranya mudah-mudahan cepet terkabulkan”  
Dari kedua pendapat yang berbeda tersebut memang kalo dilihat dari pola pemikiran saudara asep sopiyan nampaknya ini merupakan suatu dogma dari yang terdahulu. Atau bisa di sebut terbawa oleh suatu pola pemikiran masyarakat yang dulu yang masih percaya berlebihan atas sesuatu yang sacral, sehingga tertanam pada pola pemikiran generasi seterusnya. Akan tetapi bila dilihat dari pendapat ustad Ni’matullah, memang allah tidak butuh perantara dan tidak sepatutnya meminta kepada suatu ciptaannya karna dikhawatirkan adanya sifat syirik (menduakan Allah). Di sini nampak jelas bahwa agama telah mengajarkan kita etika atau moral yang ditanamkan melalui suatu kepercayaan yang ada.
 Factor kehidupan serta telah berkembangnya suatu ilmu membawa kita berfikir lebih rasional, terkadang fikiran yang rasional memang diharuskan, bila kita lihat dalam masyarakat yang melakukan ziarah tentu karna masyarakat masih percaya akan adanya suatu mistis yang ada. Melakukan ziarah memang memperkuat kita dalam hal mempercayai yang bersifat mistis, lalu menjadikan kita lebih yakin akan agama kita,yakin akan ketuhanan secara untuh. Dengan proses ziarah ini maka akan sedikit demi sedikit menguatkan ketaqwaan umat muslim. Karna di era globalisasi hawatir mengikis kepercayaan yang mistic telah. 
“Suatu phenomena terjadi di pandeglang dulu, masyarakat mulai jarang yang melakkan ziarah. Lalu mulai di bangun kembali oleh bapanya bang fahri untuk mau berziarah kembali karna khawatir mulai tidak mempercayai akan kekuatan yang ghaib. karna selain itu ziarah mengingatkan akan pentingnya berbuat  baik untuk bekal di akherat kelak” tutur bng fahri sosiologi 2014,pandeglang. Dalam artian ziarah ini di maknai secara penyadaran akan agama islam untuk membawa masyarakat memaknai ziarah tidak hanya sebelah mata.
Maka dari sekian pendapat yang telah di paparkan,dapat di simpulkan secara umum bahwa datang berziarah untuk mencari kebarokahan semata. Akan tetapi bila di lihat secara keseluruhan orang-orang berziarah tentu mempunyai maksud dan tujuan selain mencari kebarokahan. Bahkan ada salah satu datang berziarah selain untuk mendoakan atau silaturahmi untuk ilmu kebatinan pula, ini dikarnakan teman sendiri yang berpendapat maka wajr bila dia berkata yang seadanya kepada saya, beda hal dengan pemaparan pengunjung yang lainnya. Tidak terlalu berkata jujur.






BAB VI
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
            Setelah dibahas di atas mengenai sejarah ziarah,hukumnya ziarah,dan apa pandangan di masyarakat pendatang banten lama. Bahwa ziarah merupakan hal yang lumrah di masyarakat, dan hal yang sunnah di hukum islam karna rasulullah pun melakukannya. Lantas ziarah ini di maknai sebagai suatu yang sacral secara kesepakatan kolektif dalam pemaknaan masyarakat. Ziarah bukan hanya tempat orang datang mendoakan yang sudah meninggal melainkan datangnya masyarakat ke banten lama mayoritas untuk mencari kebarakahan( barokah untuk bisa supaya jualan laku misalnya, punya wibawa, tumbuh karisma dalam diri dan lain sebagainya). Dan ziarah juga merupakan tempat mengingat akan perlunya beribadah,karna suatu saat kapan dan di manapun kita akan meninggal.

B. Saran
            Ziarah seharusnya tidak di jadikan ranah dalam meminta-minta sekalipun di jadikan suatu perantara, karna di khawatirkan akan timbul menyekutukan allah dengan ciptaannya. Ziarah cukup hanya sebagai pengingat kita akan kematian dan sekaligus bersilaturahmi kepada sanak sodara yang sudah meninggal dan hanya mendoakan saja tidak lebih. Ketika kita berbicara suatu keyakinan tidak akan menduakan allah maka itu merupakan hal yang bersibat tak nampak. Jadi ziarah cukup dengan tiga unsur pengingat,bersilaturahmi, serta mendoakan kepada yang sudah tak berdaya untuk di alam yang bukan dunia.









            Daftar Pustaka
Ritzer,George.2012 TEORI SOSIOLOGI EDISI KE-8 2012, BAB 3 EMILE DURKHEIM TEORI AGAMA-YANG SACRAL DAN PROFAN, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Eriyanti, Fitri. 2006 jurnal DEMOKRASI Vol. V No. 2
Spradley,James p. 2007. METODE ETNOGRAFI.  Yogyakarta : Tiara Wacana
Taufik Abdullah dan A.C. Van der Ledeen, edisi pertama Agustus 1986.”DURKHEIM DAN PENGANTAR SOSIOLOGI MORALITAS”
Merdeka.com Reporter : Desi Aditia Ningrum | Rabu, 24 Juni 2015 05:15
http://bantenprov.go.id/read/program-kerja.html
Mansur, Khatib. 2001. Perjuangan Rakyat Banten Menuju Provinsi, Catatan Kesaksian Wartawan. Antara Pustaka Utama : Jakarta.
Guillot, Claude. 2008. Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII. KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) : Jakarta.




[1] George Ritzer Teori Sosiologi edisi ke-8 2012, bab 3 Emile Durkheim Teori Agama-yang sacral dan Profan. Hlm 167
[2] Fitri Eriyanti jurnal DEMOKRASI Vol. V No. 2 Th. 2006.hlm 142
[5] James P. spradley, Metode etnografi. Hlm 94
[6] http://bantenprov.go.id/read/program-kerja.html

[7] 1. Mansur, Khatib. 2001. Perjuangan Rakyat Banten Menuju Provinsi, Catatan Kesaksian Wartawan. Antara Pustaka Utama : Jakarta.
2. Guillot, Claude. 2008. Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII. KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) : Jakarta.

[10] http://www.solusiislam.com/2013/04/hukum-ziarah-kubur-dalam-islam.html
[11]  Taufik Abdullah dan A.C. Van der Ledeen,edisi pertama Agustus 1986.”DURKHEIM DAN PENGANTAR SOSIOLOGI MORALITAS” hlm 178
[12] Iman salah satu santri bondong kecamatan cipanas kab, Lebak

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teknologi Sebagai Pendekatan Pendidikan

BUDAYA DI BANTEN

Observasi banten lama