Filsafat Pendidkan Esensialisme
FILSAFAT PENDIDIKAN ESENSIALISME
A.
Sejarah
Esensialisme
Esensialisme
muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan
progresivisme, yaitu yang tumbuh dan berkembang disekitar abad 11, 12, 13 dan
ke 14 Masehi. Didalam zaman Renaissance itu telah berkembang dengan megahnya
usaha-usaha untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian serta
kebudayaan purbakala, terutama dizaman Yunani dan Romawi purbakala. Renaissance
itu merupaka reaksi terhadapa tradisi dan sebagai puncak timbulnya
individualisme dalam berpikir dan bertindak dalam semua cabang dari aktivitas
manusia.[1]
B Pengertian Esensialisme
Esensiaisme sebangai mana progresivisme, esensialisme
dikenal sebagai gerakan pendidikan danjuga sebagai aliran filsafat pendidikan.
Essensialisme berusaha mencari dan mempertahankan hal-hal yang esensial, yaitu
sesuatu yang bersifat inti atau hakikat fundamental, atau unsur mutlak yang
menentukan keberadaan sesuatu. Menurut Esensialisme, yang esensial tersebut
harus diwariskan kepada generasi muda agar dapat bertahan dari waktu ke waktu
karenaitu Esensialisme tergolong tradisionalisme.
·
Esensialisme memandang bahwa
pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan
lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata
yang jelas.
·
Menurut esensialisme pendidikan harus
bertumpu pada nilai-nilai yang telah teruji ketangguhannya, dan kekuatannya
sepanjang
·
Esensialisme adalah pendidikan yang
didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak peradaban umat
manusia.
·
Secara etimologi esensialisme berasal
dari bahasa Inggiris yakni essential (inti atau pokok dari sesuatu), dan isme
berarti aliran, mazhab atau paham.
Masa sehingga nilai-nilai
yang tertanam dalam warisan budaya / sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang
berbentuk secara berangsur-angsur melalui kerja keras dan susah payah selama
beratus tahun, di dalam telah teruji dalam gagasan-gagasan dan cita-cita yang
telah teruji dalam perjalanan waktu.
Menurut Brameld bahwa esensialisme
ialah aliran yang lahir dari perkawinan dua aliran dalam filsafat yakni
idealism dan realism.
C.
Gerakan
Esensialisme
Gerakan
esensialisme muncul pada awal tahun 1930 dengan beberapa orang pelopornya
seperti William C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L.
Kandell. Pada tahun 1938 mereka membentuk suatu lembaga yang disebut dengan “the essensialist committee for the
advancement of American Education” sementara Bagley sebagai pelopor
esensialsme adalah seorang guru besar pada “Teacher
College” Colombia University. Bagley yakin bahwa fungsi utama sekolah
adalah mentransmiskan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda.
Aliran
ini populer pada tahun 1930 an dengan populernya Wiliam Bagley (1874-1946).
Pada awal abad ke-20 aliran ini dikritik sebagai aliran kaku untuk
mempersiapkan siswa memasuku dunia dewasa. Namun, dengan suksesnya Ui Sopiet
dalam meluncurkan Sputnik pada tahun 1957, minat pada aliran ini kembali hidup.
Pada tahun 1983 The President’s Commission on Excellence in Education di AS
menerbitkan laporan, A Nation at Risk, yang memperlihatkan kehidupan penganut
aliran esensialis.[2].
ciri-ciri
filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh William C. Bagley adalah
sebagai berikut :
Ø minat-minat
yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang
memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa. 16
Ø pengawasan
pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam masa balita
yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies manusia.
Ø oleh
karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka
menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan
tersebut.
Ø esensialisme
menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan, sedangkan
sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah.
D.
Tokoh-tokoh
penyebar aliran Esensialisme
Beberapa
tokoh utama dalam penyebaran aliran esensialisme adalah:
1) Desiderius
Erasmus, humanis Belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan permulaan abad 16,
yang merupakan tikoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada
dunia lain. Erasmus berusaha agar kurikulum sekolah bersifat humanistis dan
bersifat internayional, sehingga bisa mencakup lapisan menengah dan kaum
Aristokrat.
2) Johann
Amos Comenius, yang hidup di seputar tahun 1592-1670, adalah seorang yang
memiliki pandangan realitas dan dogmatis. Comenius berpendapat bahwa pendidikan
mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak tuhan, karena pada
hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.
3) John Locke, tikoh dari inggris yang hidup pada
tahun 1632-1704 sebagai pemikir dunia berpendapat bahwa pendidikan hendaknya
selalu dekat dengan situasi dan kondisi.
4) Johann
Henrich Pestalozzi, sebagai seorang tokoh yang berpandangan naturalistis yang
hidup pada tahun 1746-1827. Pestalozzi memiliki kepercayaan bahwa sifat-sifat
alam itu tercermin pada manusia, sehingga pada manusia terdapat
kemampuan-kemampuan wajarnya.
5) Johann
Friederich Frobel, 1782-1852 sebagai tokoh yang berpandangan kosmis-sintetis
dengan keyakinannya bahwa manusia adalah mahluk ciptaan tuhan yang merupakan
bagian dari alam ini, sehingga manusia tunduk dan mengikuti ketentuan-ketentuan
hukum alam.
6) Johann
Friederich Harbert, yang hidup pada tahun 1776-1841, sebagai salah seorang
murid dari Immanuel Kant yang berpandangan kritis, Harbert berpendapat bahwa
tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari yang
Mutlak dalam arti penyesuaian dengan hukumhukum kesusilaan dan inilah yang
disebut proses pencapayan tujuan pendidikan oleh Harbert sebagai pengajaran
yang mendidik.
7) William
T. Harris, tokoh dari Amerika Serikat hidup pada tahun 1835-1909. Harris yang
pandanganmya dipengaruhi oleh Hegel berusaha menerapkan idealisme obyektif pada
pendidikan umum. Tugas pendidikan baginya adalah mengizinkan terbukanya realita
berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan spiritual.[3]
E. Pandangan-pandangan
Aliran Esensialisme
1. Pandangan
relita (ontologi) Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu
konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya
dengan tiada ada pula. Pendapat ini berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat,
kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada.
Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan
akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal
yang mampu menggerakkan kehendak manusia.
2. Pandangan tentang pengetahuan
(Epistimologi) Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan
untuk mengerti epistimologi esensialisme. Sebab, jika manusia mampu menyadari
relita sebagai mikrokosmos dan makrokosmos, makna manusia pasti mengetahui
dalam tingkat kualitas apa rasionya manpu memikirkan kesemestaan itu.dan berdasarkan
kualitas itulah manusia memproduksi secara tepat pengetahuannya dalam
bidang-bidang: ilmu alam, biologi, sosial, estetika, dan agama.
3. Pandangan tentang nilai (axiologi) Nilai,
seperti hanyalah pengetahuan berakar pada dan diperoleh dari sumbersumber
obyektif. Sedangkan sifat-sifat nilai terganung dari pandangan yang timbul dari
relisme dan idealism
4. Pandangan tentang pendidikan. Pendidikan
Bagi penganut Esensialisme pendidikan merupakan upaya untuk memelihara
kebudayaan, “Edukation as Cultural Conservation”. Mereka percaya bahwa
pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak
awal peradaban umat manusia. Sebab kebudayaan tersebut telah teuji dalam segala
zaman, kondisi dan sejarah. Kebudayaan adalah esensial yang mempu mengemban
hari, kini dan masa depan umat manusia.
F. Dasar Filosofis
filsafat Pendidikan Esensialisme
Esensialime
dalam melakukan gerakan pendidikan bertumpu pada mazhab filsafat idealisme dan
realisme, meskipun kaum idealisme dan kaum realisme berbeda pandangan
filsafatnya, mereka sepaham bahwa :
·
Hakikat
yang mereka anut makna pendidikan bahwa anak harus menggunakan kebebasannya,
dan ia memerlukan disiplin orang dewasa untuk membantu dirinya sebelum sendiri
dapat mendisiplinkan dirinya.
·
Manusia
dalam memilih suatu kebenaran untuk dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya
mengandung makna pendidikan bahwa generasi perlu belajar untuk mengembangkan
diri setinggi-tingginya dan kesejahteraan sosial.
Komentar
Posting Komentar