IPS
Tugas individu IPS.
Nama : Mochamad HamzahMawalidi
Nim : 2290150033
Jurusan : Pendidikan Sosiologi
Dosen pengampu : Bu Septi Kuntari S.Pd. M.Si
Pengembangan IPS di masyarakat
Di lihat dari sejarah dalam pengembangan ips,pada tahun 1935 terjadi polemic di antara kalangan intelektual Amerika Serikat (AS) mengenai ilmu pengetahuan sosial yang lebih di kenal dengan sebutan Sosial Studies. Dalam hal ini tentu memicu terjadinya konflik sehingga berkembangnya IPS di masa sekarang yang masih di perdebatkan tentang sebuah keberadaannya dengan ilmu-ilmu yang tercangkup di dalam IPS itu sendiri bahkan jika saya meninjau agak sedik bentrokan dengan sebuah kajian dalam sosiologi perkuliahan di untirta tentang mata kuliah Pengantar Ilmu Sosioal. Agak sedikit mungkin akan tetapi tentunya ada sebuah tujuan tertentu yang masih belum terungkap. Di sini saya menelaah pengembangan IPS dalam Pendidikan Sekolah Dasar, yang mana saya berasumsi dalam SD pun merupakan sebuah masyarakat tentu bertujuan untuk lebih spesifik dalam pembahasan, karna dalam pengembangan di masyarakat pun masih terdapat sebuah keganjelan yaitu masyarakat seperti apa dan bagaiman. Dengan demikian dalam pembahasan mengenai perkembangan pada anak didik Sekolah Dasar ( SD ).
Pengembangan Materi Pembelajaaan IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai mata pelajaran di tingkat sekolah dasar pada hakikatnya merupakan suatu integrasi utuh dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan untuk tujuan pendidikan. Artinya, berbagai tradisi dalam ilmu sosial termasuk konsep, struktur, cara kerja ilmuwan sosial, aspek metode maupun aspek nilai yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial, dikemas secara psikologis, pedagogis, dan sosial-budaya untuk kepentingan pendidikan.
IPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, multidimensional bahkan cross-disiplinary. Ada tiga sumber yang dapat diidentifikasi dalam mengorganisasikan sumber IPS, yakni: (1) “informal content” yang dapat ditemukan dalam kegiatan masyarakat tempat para siswa berada; (2) the formal disciplines meliputi geografi penduduk, sejarah, ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, psikologi sosial, jurisprudensi, filsafat dan etika serta bahasa; (3) the
responses of pupils ialah tanggapan-tanggapan siswa baik yang berasal dari “informal content” (events) maupun dari “formal disciplines” (studies).
Ada dua unsur yang menjadi fokus materi pembelajaran IPS yang penting untuk jenjang SD/MI, yakni fakta (peristiwa, kasus aktual) dan konsep baik yang konkrit maupun abstrak. Fakta merupakan abstraksi dari kenyataan yang diamati yang sifatnya terbatas dan dapat diuji kebenarannya secara empiris. Sedangkan konsep merupakan abstraksi, suatu konstruksi logis yang terbentuk dari kesan, tanggapan dan pengalaman-pengalaman kompleks. Fakta menekankan pada kekhususan, maka konsep memiliki ciri-ciri umum (common characteristics) yang sudah tentu pengertian konsep lebih luas daripada fakta.
Setiap kegiatan pembelajaran memerlukan persiapan yang berbeda-beda, tidak ada satu persiapan yang bisa digunakan untuk segala situasi, setiap topik dan setiap kompetensi yang akan dicapai memerlukan persiapan yang berbeda-beda.
Menurut Kindsvatter et.al (1996) menjelaskan bahwa perencanaan pembelajaran dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : “straight-forward, systematic, and logical”.
Perencanaan pengajaran IPS diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media, penggunaan pendekatan dan metode, dan penilaian pengajaran IPS dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksana-kan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat.
Seorang guru harus menentukan ranah (domain) dan tingkatanya (level) mana yang harus dicapai siswa. Setiap ranah merefleksikan seperangkat kepercayaan dan asumsi mengenai bagaimana siswa belajar dan berperilaku. Setiap ranah menjelaskan tujuan yang hendak dicapai dari mulai tingkatan yang sederhana sampai yang lebih kompleks.
Antara goals dan objectives ditulis dalam tiga tingkatan yang berbeda, yaitu :
a. tujuan mata pelajaran ( subject goals)
b. tujuan unit pelajaran (unit objectives), dan
c. tujuan instruksional (instructional ojbjectives)
Tujuan mata pelajaran IPS di sekolah dasar dari kelas satu sampai kelas enam dirumuskan dalam sejumlah kompetensi yang harus dikuasai. Tujuan tersebut, diajabarkan dalam Standar kompetensi lulusan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang meliputi:
1. Memahami identitas diri dan keluarga, serta mewujudkan sikap saling menghormati dalam kemajemukan keluarga.
2. Mendeskripsikan kedudukan dan peran anggota dalam keluarga dan lingkungan tetangga, serta kerja sama diantara keduanya.
3. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi.
4. Mengenai sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajemukan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi.
5. Menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah nasional, keragaman suku bangsa serta kegiatan ekonomi di Indonesia.
6. Menghargai peranan tokoh pejuang dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
7. Memahami perkembangan wilayah Indonesia, keadaan sosial negara di Asia Tenggara serta benua-benua.
8. Mengenal gejala (peristiwa) alam yang terjadi di Indonesia dan negara tetangga, serta dapat melakukan tindakan dalam menghadapi bencana alam.
9. Memahami peranan Indonesia di era global.
Perencanaan Pembelajaran IPS
Perencanaan pembelajaran bisa dibuat dalam bentuk Unit pelajaran atau satuan pelajaran. Model Satuan Pelajaran adalah bagian dari persiapan pembelajaran dalam unit yang terkecil. Rencana pembelajaran mengandung tiga komponen yaitu: (1) tujuan pengajaran; (2) materi pelajaran/bahan ajar, pendekatan dan metode mengajar, media pengajaran dan pengalaman belajar; dan (3) evaluasi keberhasilan.
Sedangkan unsur-unsur dalam rencana pengajaran meliputi: (1) apa yang akan diajarkan; (2) bagaimana mengajarkannya; serta (3) bagaimana mengevaluasi hasil belajarnya.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Tahun 2006 sebuah perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar.
Tidak ada format baku dalam penyusunan persiapan mengajar. Oleh karena itu guru diharapkan dapat mengembangkan format-format baru. Tidak perlu ada keseragaman format, karena pada hakikatnya silabus dan rencana pengajaran adalah 'program' guru mengajar. Namun secara umum terdapat dua model persiapan mengajar yang pada umumnya digunakan oleh para guru dalam membuat rencana program pengajaran, yaitu model ROPES dan model Satuan Pelajaran. Perencanaan pengajaran merupakan proses dan cara berpikir yang dapat membantu menciptakan hasil yang diharapkan. Oleh karena itulah proses perencanaan yang sistematis dalam proses pembelajaran memiliki beberapa keuntungan yang sangat bermanfaat bagi guru.
Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal SD sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya.
Strategi Pembelajaran Kognitif IPS
Pengetahuan (mengingat) adalah perilaku kognitif yang paling sederhana. Penggunaan istilah-istilah dalam pelajaran IPS memang tidak dapat dihindari, bahkan dapat dikatakan pelajaran IPS kaya dengan istilah, oleh karena itu istilah-istilah dalam IPS harus siap dipanggil kembali dari memori siswa. Untuk mempermudah memori tersebut mudah dipanggil kembali maka pembelajarannya harus ada keterkaitan dengan dunia anak. Cara yang bisa dilakukan ialah dengan mnemonic, membuat web, graphic organizer, dan jalinan sebab akibat. Untuk melatih tingkat kognitif yang levelnya lebih tinggi dapat digunakan pembelajaran dengan inquiry. Pembelajaran dengan inquiry adalah pengajaran yang membantu siswa untuk menguji pertanyaan-pertanyaan, issu-issu, atau masalah yang dihadapi siswa dan sekaligus menjadi perhatian guru. Inquiry dapat dilakukan dengan cara: percobaan (experiment), studi kepustakaan (library research), wawancara (interview), dan penelitian produk (product investigation). Pembelajaran cooperative learning merupakan model pembelajaran dimana secara teknik menggunakan asas kerjasama dalam sebuah kelompok belajar . Teknik pembelajaran ini diterapkan dalam kelas dimana siswa dalam satu kelas dibagi kedalam kelompok kecil terdiri 4-6 orang atau lebih saling berpasangan untuk bertukar pendapat serta saling membantu satu sama lain dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan.
Pembelajaran kooperatif memiliki karakteristik di antaranya adalah : a) Siswa bekerja di dalam suatu kelompok untuk belajar materi akademis. b) Setiap anggota diatur terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan berbeda-beda ( seperti rendah,sedang dan tinggi ) serta memiliki rasa saling ketergantungan satu sama lain. c) Siswa aktif berinteraksi satu sama lain,berkomunikasi,berdiskusi,berdebat atau saling menilai pengetahuan dan pemahaman satu sama lain secara kerjasama. d) Siswa dilatih untuk bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan. e) Siswa dituntut dapat memilki keterampilan berkomunikasi, seperti menyampaikan pendapat / berargumen.
Model pembelajaran yang dibahas di atas menyangkut model Jigsaw, Team Games Tournament (TGT), dan Student Teams Assignment Division (STAD). Salah satu prinsip kegiatan pembelajaran harus joyful learning. Prinsip joyful ini tidak hanya ada dalam pembelajaran lewat games saja, tetapi semua kegiatan pembelajaran anak SD harus memiliki muatan menyenangkan buat anak. Pembelajaran dengan permainan berbeda dengan simulasi, walaupun kedua-duanya sama-sama menyenangkan buat anak. Nilai merupakan sesuatu yang dipandang berharga atau berguna, bersifat abstrak, dan dijadikan sebagai standar berperilaku.
Strategi Pembelajaran Nilai dan Ketrampilan Sosial
Teori sosiobiologi menyatakan bahwa banyak perilaku prososial didasarkan pada nilai-nilai moral pada dasarnya berakar pada warisan genetik manusia. Teori psikoanalisa meyakini bahwa anak-anak memperoleh nilai atau moralitas secara langsung dari orang tua mereka dan bertindak sesuai dengan petunjuk moral untuk menghindari perasaan bersalah yang menghukum. Teori belajar social menyatakan bahwa anak-anak memperoleh perilaku bernilai atau bermoral melalui contoh (modeling) dan penguatan (reinforcement). Teori belajar sosial dan juga teori psikoanalisa merujuk terutama pada transmisi (pewarisan) moral, norma, dan nilai dari masyarakat kepada seorang anak. Teori perkembangan meyakini bahwa individu berkembang untuk bermoral melalui konstruksi atau pembentukan makna moral, bukan sekedar secara sederhana menginternalisasi aturan dan harapan yang telah ada.Teori ini memandang perolehan nilai dari sudut pandang konstruktivisme yang lebih menekankan pada peran individu dalam memperoleh nilai atau moral
Menurut Lickona tujuan pendidikan di sekolah bukan hanya mendorong peserta didik untuk menjadi cerdas, tetapi juga mendorong mereka menjadi pribadi-pribadi yang baik. Sementara itu, Beck juga menyataan bahwa pendidikan nilai di sekolah mempunyai beberapa unsur positif. Para ahli IPS sepakat bahwa bahwa IPS mesti membantu siswa mengembangkan pengetahuan, pengertian, keterampilan, dan nilai yang esensial bagi warga negara dalam suatu bangsa yang demokratis. Mereka sepakat bahwa nilai merupakan bagian yang tak terpisahkan dari IPS.
Dalam kurikulum standar untuk social studies (NCSS, 1994), pentingnya nilai ini dinyatakan secara jelas. Standar tersebut menyatakan bahwa proses belajar mengajar IPS memiliki kekuatan (powerful) jika bermakna, terpadu, berbasis nilai, menantang, dan aktif.
Benninga mengkalisifikasikan pendekatan dalam pendidikan nilai atau moral ke dalam pendekatan langsung (direct approach) dan tidak langsung (indirect approach). Mengajarkan pendidikan nilai secara langsung berarti menekankan nilai atau sifat-sifat karakter tertentu selama rentang waktu khusus atau mengintegrasikan nilai dan sifat-sifat karakter tersebut ke keseluruhan kurikulum. Sementara itu, pendidikan nilai secara tidak langsung mendorong siswa untuk mendefinisikan atau menentukan nilai mereka sendiri dan nilai orang lain dan membantu mereka mendefinisikan perspektif moral yang mendukung nilai-nilai tersebut.
Jensen and Knight menyatakan bahwa pengajaran moral secara langsung melibatkan penyajian konsep melalui contoh dan definisi, diskusi kelas dan bermain peran, atau dengan memberi hadiah kepada siswa terhadap perilaku yang sesuai. Metode indoktrinasi dan inkulkasi (penanaman nilai) dapat diklasifikasikan sebagai pendekatan langsung pada pendidikan moral. Sementara itu, klarifikasi nilai (value clarification), pendidikan moral cognitive (cognitive moral education), dan inkuiri nilai dapat diklasifikasikan sebagai pendekatan tidak langsung pada pendidikan moral. Dalam praktek pendidikan nilai di sekolah, kedua pendekatan pendidikan nilai di atas sebenarnya bisa dipadukan, dengan memaksimalkan kebaikan dan meminimalkan kelemahannya masing-masing. Keterampilan (skill) merupakan salah satu yang harus dikembangkan dalam mata pelajaran IPS. Keterampilan dalam IPS antara lain meliputi: 1) keterampilan berfikir, 2) keterampilan peta dan globe, 3) keterampilan waktu dan kronologi, dan 4) keterampilan sosial.
James Bank mengemukakan beberapa macam keterampilan berfikir yang harus dikuasai siswa melalui pelajaran IPS meliputi keterampilan: mendeskripsikan (describing), membuat kesimpulan (making inferences), menganalisis informasi, konseptualisasi, generalisasi, dan mengambil keputusan.
Untuk membuat peta atau denah lingkungan sekolah guru sebaiknya mengajak siswa untuk memahami terlebih dahulu konsep mata angin. Guru juga dapat mengajak siswa berjalan-jalan dan melakukan pengamatan di lingkungan sekolahnya.
Di sekolah dasar kelas yang lebih tinggi siswa perlu dikenalkan dengan bola dunia atau globe. Beberapa konsep yang perlu dikenalkan yang berkaitan dengan bola dunia atau globe antara lain arah mata angin, belahan bumi, garis lintang, garis bujur, mengenalkan daratan dan lautan.
Salah satu tugas guru yang tidak kalah pentingnya adalah mencari dan menentukan sumber belajar. Dalam IPS, mencari dan menentukan sumber belajar sangat penting sebab bahan ajarnya sangat dinamis sesuai dinamika dan perkembangan kehidupan sosial, budaya, politik, ekonomi, ipteks, dan bahkan hukum yang terjadi saat ini. Masyarakat dan aktivitasnya merupakan sumber dan media utama dalam pembelajaran IPS, karena pembelajaran ini bertitik tolak dari masyarakat dan berorientasi kepada masyarakat. Dalam menggunakan masyarakat dan perilaku pemerintah sebagai media belajar, guru memerlukan informasi yang akurat dan memadai mengenai orang-orang, lembaga, peristiwa, keadaan yang ada di dalam masyarakat. Dalam pemanfaatan ini terdapat tiga sarana: (a) tempat, orang, organisasi yang dapat dijadikan sumber belajar atau untuk meningkatkan belajar termasuk sumber masyarakat, (b) kunjungan studi, dan (c) nara sumber.
Sebagaimana program pembelajaran pada umumnya, pembelajaran IPS hendaklah memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan, memilih, dan menggunakan beragam jenis sumber belajar untuk pembelajaran IPS.
Media Pembelajaran IPS
Media pembelajaran adalah sarana yang membantu para pengajar. Ia bukan tujuan sehingga kaidah proses pembelajaran di kelas tetap berlaku. Pengajar juga perlu sadar bahwa tidak semua anak senang dengan peragaan media. Anak-anak yang peka dan auditif mungkin tidak banyak memerlukannya tetapi anak yang bersifat visual akan banyak meminta bantuan media untuk memperjelas pemahaman bahan yang disajikan. Jenis media yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran materi IPS diantaranya : (1) Hal-hal yang bersifat visual, seperti bagan, matrik, gambar, flip chart, flannel, data dan lain-lain; (2) Suara (audio) baik suara guru ataupun suara kaset; (3) Suara yang disertai visualisasi (audio-visual) seperti tayangan televisi, film, video, dan sebagainya; (4) Hal-hal yang bersifat materil, seperti model-model, benda contoh dan lain-lain; (5) Gerak, sikap dan perilaku seperti simulasi, bermain peran, dan lain-lain; (6) Barang cetakan seperti buku, surat kabar, majalah, jurnal, dan brosur; (7) Peristiwa atau ceritera kasus yang mengandung dilema moral.
Pendidikan Multikultural dalam IPS
Pendidikan multikultural dapat diintegrasikan ke dalam IPS antara lain dengan cara: a) mengintegrasikannya ke dalam kurikulum IPS, b) melalui pengembangan buku IPS, c) melalui penerapan proses belajar mengajar berbasis nilai, cooperative learning, dan demokratis, d) diintegrasikan ke dalam kegiatan ekstrakurikuler, e) melalui penataan lingkungan kelas dan sekolah, dan f) melalui kebijakan sekolah yang mendukung.
Beberapa hal yang berkaitan dengan Pendidikan Global dalam IPS adalah sebagai berikut:
1. Gejala globalisasi menurut Lee F Anderson terlihat jelas dalam berbagai hal, meliputi: 1) evolusi sistem komunikasi dan transportasi global, 2) menyatunya ekonomi lokal, regional dan nasional ke dalam ekonomi global yang luas, 3) interaksi yang meningkat antara masyarakat menghasilkan budaya global,4) kemunculan sistem internasional yang luas yang mengikis batas-batas tradisional antara politik dalam negeri dan internasional, 5) dampak yang meningkat dari kegiatan manusia terhadap ekosistem bumi dan hambatan yang meningkat terhadap kegiatan manusia yang ditentukan oleh keterbatasan sistem, 6) kesadaran global yang meluas yang meningkatkan kesadaran identitas kita sebagai anggota spesies manusia.
2. National Council for the Social Studies (NCSS) mengemukakan bahwa pendidikan global merujuk pada upaya menanamkan pada generasi muda suatu pandangan (perspektif) dunia yang menekankan saling keterkaitan antara budaya, spesies manusia, dan bumi.
3. Menurut Tye pendidikan global mempelajari tentang masalah-masalah global yang melintasi batas-batas suatu negara, dan tentang saling keterkaitan sistem ekologi, budaya, ekonomi politik, dan teknologi.
4. Kehidupan global akan menuntut suatu perubahan dalam pendidikan bagi generasi muda. Pendidikan tersebut harus memberikan bukan hanya pemahaman dan keterampilan untuk hidup secara efektif dalam masyarakat global saat ini, tetapi juga kemampuan untuk menghadapi realitas masa depan dan menghargai realitas masa lalu.
5. Pendidikan global memiliki tujuan bagi bagi siswa maupun bagi para guru. Steven Lamy mengidentifikasi empat tujuan intelektual bagi guru pendidikan global, yaitu: 1) perolehan pengetahuan dari perspektif yang beranekaragam, 2) eksplorasi pandangan dunia, 3) pengembangan keterampilan analitis dan evaluatif, dan 4) strategi untuk partisipasi dan keterlibatan.
6. Skeel mengemukakan tujuan atau hasil utama dari pendidikan global adalah siswa dapat mengembangkan kemampuan mempersepsikan dunia sebagai suatu masyarakat manusia yang saling bergantung yang dibentuk oleh budaya-budaya yang lebih banyak mempunyai kesamaan daripada perbedaannya.
7. Ha-hal atau materi yang dapat diberikan melalui pendidikan global menurut Merryfield antara lain meliputi: 1) keyakinan dan nilai manusia, 2) sistem global, 3) isu dan masalah global, 4) sejarah global, 5) saling pengertian/interaksi lintas budaya, 6) kesadaran akan pilihan manusia, 6) perkembangan keterampilan analisis dan evaluatif, dan strategi untuk partisipasi dan keterlibatan.
8. Engene H Wilson mengemukakan beberapa metode dalam mengajarkan pendidikan global melalui IPS, yakni meliputi: pengajuan masalah dan pemecahan masalah, belajar dengan interaksi dan kerjasama (cooperative learning), kesadaran perpsektif dan perspektif beragam, negosiasi dan mediasi.
Evaluasi
Penilaian mata pelajaran IPS adalah proses untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja peserta didik dalam mata pelajaran IPS. Hasil penilaian digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap ketuntasan belajar peserta didik dan efektivitas proses pembelajaran IPS. Fokus penilaian IPS adalah keberhasilan belajar peserta didik dalam mencapai standar kompetensi IPS yang ditentukan dalam Permendiknas Nomor 22/2005 tentang Standar Isi (SI). Pada tingkat mata pelajaran, kompetensi yang harus dicapai berupa Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran yang selanjutnya dijabarkan dalam Kompetensi Dasar (KD). Untuk tingkat satuan pendidikan, kompetensi yang harus dicapai peserta didik adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sebagaimana tertera dalam Permendiknas Nomor 23/2006. Instrumen penilaian yang dapat digunakan untuk mengukur aspek kognitif berupa tes-tulis kognitif (paper and pencil test) guna mengungkap tingkat penguasaan peserta didik sebagai hasil belajar mata pelajaran IPS berdasarkan pada kisi-kisi tes yang memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
Istilah “skala sikap” yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “attitude scale” merupakan salah satu alat penilaian non tes dalam pembelajaran. Penilaian sikap sebagai salah satu jenis daftar pencatatan laporan diri hasil pembelajaran di kelas sangat bermanfaat untuk memperbaiki dan meningkatkan sikap peserta didik. Banyak sikap peserta didik yang dapat dinilai, seperti sikap terhadap aktivitas belajar, buku pelajaran, ekstrakurikuler, belajar di laboratorium, metode pelajaran tertentu atau terhadap pelajaran IPS itu sendiri. Informasi yang berkaitan dengan sikap tentu diperoleh melalui pengamatan namun penilaian yang lebih lengkap dapat dilengkapi dengan laporan tentang perasaan dan pendapat para peserta didik.
Model skala sikap yang banyak dikenal baik untuk kebutuhan penilaian pembelajaran maupun penelitian adalah skala Likert (Likert Scale). Salah satu keunggulan jenis skala sikap ini sehingga banyak digunakan secara luas karena metode ini dapat menilai sikap baik atau tidak baik melalui pernyataan yang diajukan kepada peserta didik untuk dijawab. Jawaban yang disediakan meliputi pilihan sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
Observasi adalah pengamatan, yakni proses penilaian melalui pengamatan obyek tertentu dalam hal ini adalah peserta didik selama proses pembelajaran IPS berdasarkan instrumen tertentu. Pengamatan dalam pembahasan ini merupakan salah satu cara penilaian non tes untuk menilai aspek kemampuan peserta didik yang paling tepat karena tidak dapat dilakukan dengan penilaian tes. Untuk menghasilkan pedoman observasi yang memadai, maka langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengembangkan kisi-kisi observasi. Kisi-kisi observasi yang dimaksud adalah berupa panduan yang bertujuan untuk membuat butir observasi. Model kisi-kisi non tes untuk observasi dalam bentuk format yang meliputi aspek dimensi, indikator, dan nomor butir perilaku untuk tiap aspek.
Pada dasarnya dalam pengembangan ini membentuk suatu proses anak didik Sekolah Dasar maupun yang lainnya dalam hal apapun yang terkait dengan pembelajaran IPS. Lalu mulai pada tahap di mana mulai menyeimbangkan pembelajaran dalam tindakan kehidupan yang di jalani dalam sehari-hari.
Nama : Mochamad HamzahMawalidi
Nim : 2290150033
Jurusan : Pendidikan Sosiologi
Dosen pengampu : Bu Septi Kuntari S.Pd. M.Si
Pengembangan IPS di masyarakat
Di lihat dari sejarah dalam pengembangan ips,pada tahun 1935 terjadi polemic di antara kalangan intelektual Amerika Serikat (AS) mengenai ilmu pengetahuan sosial yang lebih di kenal dengan sebutan Sosial Studies. Dalam hal ini tentu memicu terjadinya konflik sehingga berkembangnya IPS di masa sekarang yang masih di perdebatkan tentang sebuah keberadaannya dengan ilmu-ilmu yang tercangkup di dalam IPS itu sendiri bahkan jika saya meninjau agak sedik bentrokan dengan sebuah kajian dalam sosiologi perkuliahan di untirta tentang mata kuliah Pengantar Ilmu Sosioal. Agak sedikit mungkin akan tetapi tentunya ada sebuah tujuan tertentu yang masih belum terungkap. Di sini saya menelaah pengembangan IPS dalam Pendidikan Sekolah Dasar, yang mana saya berasumsi dalam SD pun merupakan sebuah masyarakat tentu bertujuan untuk lebih spesifik dalam pembahasan, karna dalam pengembangan di masyarakat pun masih terdapat sebuah keganjelan yaitu masyarakat seperti apa dan bagaiman. Dengan demikian dalam pembahasan mengenai perkembangan pada anak didik Sekolah Dasar ( SD ).
Pengembangan Materi Pembelajaaan IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai mata pelajaran di tingkat sekolah dasar pada hakikatnya merupakan suatu integrasi utuh dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan untuk tujuan pendidikan. Artinya, berbagai tradisi dalam ilmu sosial termasuk konsep, struktur, cara kerja ilmuwan sosial, aspek metode maupun aspek nilai yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial, dikemas secara psikologis, pedagogis, dan sosial-budaya untuk kepentingan pendidikan.
IPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, multidimensional bahkan cross-disiplinary. Ada tiga sumber yang dapat diidentifikasi dalam mengorganisasikan sumber IPS, yakni: (1) “informal content” yang dapat ditemukan dalam kegiatan masyarakat tempat para siswa berada; (2) the formal disciplines meliputi geografi penduduk, sejarah, ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, psikologi sosial, jurisprudensi, filsafat dan etika serta bahasa; (3) the
responses of pupils ialah tanggapan-tanggapan siswa baik yang berasal dari “informal content” (events) maupun dari “formal disciplines” (studies).
Ada dua unsur yang menjadi fokus materi pembelajaran IPS yang penting untuk jenjang SD/MI, yakni fakta (peristiwa, kasus aktual) dan konsep baik yang konkrit maupun abstrak. Fakta merupakan abstraksi dari kenyataan yang diamati yang sifatnya terbatas dan dapat diuji kebenarannya secara empiris. Sedangkan konsep merupakan abstraksi, suatu konstruksi logis yang terbentuk dari kesan, tanggapan dan pengalaman-pengalaman kompleks. Fakta menekankan pada kekhususan, maka konsep memiliki ciri-ciri umum (common characteristics) yang sudah tentu pengertian konsep lebih luas daripada fakta.
Setiap kegiatan pembelajaran memerlukan persiapan yang berbeda-beda, tidak ada satu persiapan yang bisa digunakan untuk segala situasi, setiap topik dan setiap kompetensi yang akan dicapai memerlukan persiapan yang berbeda-beda.
Menurut Kindsvatter et.al (1996) menjelaskan bahwa perencanaan pembelajaran dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : “straight-forward, systematic, and logical”.
Perencanaan pengajaran IPS diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media, penggunaan pendekatan dan metode, dan penilaian pengajaran IPS dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksana-kan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat.
Seorang guru harus menentukan ranah (domain) dan tingkatanya (level) mana yang harus dicapai siswa. Setiap ranah merefleksikan seperangkat kepercayaan dan asumsi mengenai bagaimana siswa belajar dan berperilaku. Setiap ranah menjelaskan tujuan yang hendak dicapai dari mulai tingkatan yang sederhana sampai yang lebih kompleks.
Antara goals dan objectives ditulis dalam tiga tingkatan yang berbeda, yaitu :
a. tujuan mata pelajaran ( subject goals)
b. tujuan unit pelajaran (unit objectives), dan
c. tujuan instruksional (instructional ojbjectives)
Tujuan mata pelajaran IPS di sekolah dasar dari kelas satu sampai kelas enam dirumuskan dalam sejumlah kompetensi yang harus dikuasai. Tujuan tersebut, diajabarkan dalam Standar kompetensi lulusan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang meliputi:
1. Memahami identitas diri dan keluarga, serta mewujudkan sikap saling menghormati dalam kemajemukan keluarga.
2. Mendeskripsikan kedudukan dan peran anggota dalam keluarga dan lingkungan tetangga, serta kerja sama diantara keduanya.
3. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi.
4. Mengenai sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajemukan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi.
5. Menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah nasional, keragaman suku bangsa serta kegiatan ekonomi di Indonesia.
6. Menghargai peranan tokoh pejuang dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
7. Memahami perkembangan wilayah Indonesia, keadaan sosial negara di Asia Tenggara serta benua-benua.
8. Mengenal gejala (peristiwa) alam yang terjadi di Indonesia dan negara tetangga, serta dapat melakukan tindakan dalam menghadapi bencana alam.
9. Memahami peranan Indonesia di era global.
Perencanaan Pembelajaran IPS
Perencanaan pembelajaran bisa dibuat dalam bentuk Unit pelajaran atau satuan pelajaran. Model Satuan Pelajaran adalah bagian dari persiapan pembelajaran dalam unit yang terkecil. Rencana pembelajaran mengandung tiga komponen yaitu: (1) tujuan pengajaran; (2) materi pelajaran/bahan ajar, pendekatan dan metode mengajar, media pengajaran dan pengalaman belajar; dan (3) evaluasi keberhasilan.
Sedangkan unsur-unsur dalam rencana pengajaran meliputi: (1) apa yang akan diajarkan; (2) bagaimana mengajarkannya; serta (3) bagaimana mengevaluasi hasil belajarnya.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Tahun 2006 sebuah perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar.
Tidak ada format baku dalam penyusunan persiapan mengajar. Oleh karena itu guru diharapkan dapat mengembangkan format-format baru. Tidak perlu ada keseragaman format, karena pada hakikatnya silabus dan rencana pengajaran adalah 'program' guru mengajar. Namun secara umum terdapat dua model persiapan mengajar yang pada umumnya digunakan oleh para guru dalam membuat rencana program pengajaran, yaitu model ROPES dan model Satuan Pelajaran. Perencanaan pengajaran merupakan proses dan cara berpikir yang dapat membantu menciptakan hasil yang diharapkan. Oleh karena itulah proses perencanaan yang sistematis dalam proses pembelajaran memiliki beberapa keuntungan yang sangat bermanfaat bagi guru.
Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal SD sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya.
Strategi Pembelajaran Kognitif IPS
Pengetahuan (mengingat) adalah perilaku kognitif yang paling sederhana. Penggunaan istilah-istilah dalam pelajaran IPS memang tidak dapat dihindari, bahkan dapat dikatakan pelajaran IPS kaya dengan istilah, oleh karena itu istilah-istilah dalam IPS harus siap dipanggil kembali dari memori siswa. Untuk mempermudah memori tersebut mudah dipanggil kembali maka pembelajarannya harus ada keterkaitan dengan dunia anak. Cara yang bisa dilakukan ialah dengan mnemonic, membuat web, graphic organizer, dan jalinan sebab akibat. Untuk melatih tingkat kognitif yang levelnya lebih tinggi dapat digunakan pembelajaran dengan inquiry. Pembelajaran dengan inquiry adalah pengajaran yang membantu siswa untuk menguji pertanyaan-pertanyaan, issu-issu, atau masalah yang dihadapi siswa dan sekaligus menjadi perhatian guru. Inquiry dapat dilakukan dengan cara: percobaan (experiment), studi kepustakaan (library research), wawancara (interview), dan penelitian produk (product investigation). Pembelajaran cooperative learning merupakan model pembelajaran dimana secara teknik menggunakan asas kerjasama dalam sebuah kelompok belajar . Teknik pembelajaran ini diterapkan dalam kelas dimana siswa dalam satu kelas dibagi kedalam kelompok kecil terdiri 4-6 orang atau lebih saling berpasangan untuk bertukar pendapat serta saling membantu satu sama lain dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan.
Pembelajaran kooperatif memiliki karakteristik di antaranya adalah : a) Siswa bekerja di dalam suatu kelompok untuk belajar materi akademis. b) Setiap anggota diatur terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan berbeda-beda ( seperti rendah,sedang dan tinggi ) serta memiliki rasa saling ketergantungan satu sama lain. c) Siswa aktif berinteraksi satu sama lain,berkomunikasi,berdiskusi,berdebat atau saling menilai pengetahuan dan pemahaman satu sama lain secara kerjasama. d) Siswa dilatih untuk bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan. e) Siswa dituntut dapat memilki keterampilan berkomunikasi, seperti menyampaikan pendapat / berargumen.
Model pembelajaran yang dibahas di atas menyangkut model Jigsaw, Team Games Tournament (TGT), dan Student Teams Assignment Division (STAD). Salah satu prinsip kegiatan pembelajaran harus joyful learning. Prinsip joyful ini tidak hanya ada dalam pembelajaran lewat games saja, tetapi semua kegiatan pembelajaran anak SD harus memiliki muatan menyenangkan buat anak. Pembelajaran dengan permainan berbeda dengan simulasi, walaupun kedua-duanya sama-sama menyenangkan buat anak. Nilai merupakan sesuatu yang dipandang berharga atau berguna, bersifat abstrak, dan dijadikan sebagai standar berperilaku.
Strategi Pembelajaran Nilai dan Ketrampilan Sosial
Teori sosiobiologi menyatakan bahwa banyak perilaku prososial didasarkan pada nilai-nilai moral pada dasarnya berakar pada warisan genetik manusia. Teori psikoanalisa meyakini bahwa anak-anak memperoleh nilai atau moralitas secara langsung dari orang tua mereka dan bertindak sesuai dengan petunjuk moral untuk menghindari perasaan bersalah yang menghukum. Teori belajar social menyatakan bahwa anak-anak memperoleh perilaku bernilai atau bermoral melalui contoh (modeling) dan penguatan (reinforcement). Teori belajar sosial dan juga teori psikoanalisa merujuk terutama pada transmisi (pewarisan) moral, norma, dan nilai dari masyarakat kepada seorang anak. Teori perkembangan meyakini bahwa individu berkembang untuk bermoral melalui konstruksi atau pembentukan makna moral, bukan sekedar secara sederhana menginternalisasi aturan dan harapan yang telah ada.Teori ini memandang perolehan nilai dari sudut pandang konstruktivisme yang lebih menekankan pada peran individu dalam memperoleh nilai atau moral
Menurut Lickona tujuan pendidikan di sekolah bukan hanya mendorong peserta didik untuk menjadi cerdas, tetapi juga mendorong mereka menjadi pribadi-pribadi yang baik. Sementara itu, Beck juga menyataan bahwa pendidikan nilai di sekolah mempunyai beberapa unsur positif. Para ahli IPS sepakat bahwa bahwa IPS mesti membantu siswa mengembangkan pengetahuan, pengertian, keterampilan, dan nilai yang esensial bagi warga negara dalam suatu bangsa yang demokratis. Mereka sepakat bahwa nilai merupakan bagian yang tak terpisahkan dari IPS.
Dalam kurikulum standar untuk social studies (NCSS, 1994), pentingnya nilai ini dinyatakan secara jelas. Standar tersebut menyatakan bahwa proses belajar mengajar IPS memiliki kekuatan (powerful) jika bermakna, terpadu, berbasis nilai, menantang, dan aktif.
Benninga mengkalisifikasikan pendekatan dalam pendidikan nilai atau moral ke dalam pendekatan langsung (direct approach) dan tidak langsung (indirect approach). Mengajarkan pendidikan nilai secara langsung berarti menekankan nilai atau sifat-sifat karakter tertentu selama rentang waktu khusus atau mengintegrasikan nilai dan sifat-sifat karakter tersebut ke keseluruhan kurikulum. Sementara itu, pendidikan nilai secara tidak langsung mendorong siswa untuk mendefinisikan atau menentukan nilai mereka sendiri dan nilai orang lain dan membantu mereka mendefinisikan perspektif moral yang mendukung nilai-nilai tersebut.
Jensen and Knight menyatakan bahwa pengajaran moral secara langsung melibatkan penyajian konsep melalui contoh dan definisi, diskusi kelas dan bermain peran, atau dengan memberi hadiah kepada siswa terhadap perilaku yang sesuai. Metode indoktrinasi dan inkulkasi (penanaman nilai) dapat diklasifikasikan sebagai pendekatan langsung pada pendidikan moral. Sementara itu, klarifikasi nilai (value clarification), pendidikan moral cognitive (cognitive moral education), dan inkuiri nilai dapat diklasifikasikan sebagai pendekatan tidak langsung pada pendidikan moral. Dalam praktek pendidikan nilai di sekolah, kedua pendekatan pendidikan nilai di atas sebenarnya bisa dipadukan, dengan memaksimalkan kebaikan dan meminimalkan kelemahannya masing-masing. Keterampilan (skill) merupakan salah satu yang harus dikembangkan dalam mata pelajaran IPS. Keterampilan dalam IPS antara lain meliputi: 1) keterampilan berfikir, 2) keterampilan peta dan globe, 3) keterampilan waktu dan kronologi, dan 4) keterampilan sosial.
James Bank mengemukakan beberapa macam keterampilan berfikir yang harus dikuasai siswa melalui pelajaran IPS meliputi keterampilan: mendeskripsikan (describing), membuat kesimpulan (making inferences), menganalisis informasi, konseptualisasi, generalisasi, dan mengambil keputusan.
Untuk membuat peta atau denah lingkungan sekolah guru sebaiknya mengajak siswa untuk memahami terlebih dahulu konsep mata angin. Guru juga dapat mengajak siswa berjalan-jalan dan melakukan pengamatan di lingkungan sekolahnya.
Di sekolah dasar kelas yang lebih tinggi siswa perlu dikenalkan dengan bola dunia atau globe. Beberapa konsep yang perlu dikenalkan yang berkaitan dengan bola dunia atau globe antara lain arah mata angin, belahan bumi, garis lintang, garis bujur, mengenalkan daratan dan lautan.
Salah satu tugas guru yang tidak kalah pentingnya adalah mencari dan menentukan sumber belajar. Dalam IPS, mencari dan menentukan sumber belajar sangat penting sebab bahan ajarnya sangat dinamis sesuai dinamika dan perkembangan kehidupan sosial, budaya, politik, ekonomi, ipteks, dan bahkan hukum yang terjadi saat ini. Masyarakat dan aktivitasnya merupakan sumber dan media utama dalam pembelajaran IPS, karena pembelajaran ini bertitik tolak dari masyarakat dan berorientasi kepada masyarakat. Dalam menggunakan masyarakat dan perilaku pemerintah sebagai media belajar, guru memerlukan informasi yang akurat dan memadai mengenai orang-orang, lembaga, peristiwa, keadaan yang ada di dalam masyarakat. Dalam pemanfaatan ini terdapat tiga sarana: (a) tempat, orang, organisasi yang dapat dijadikan sumber belajar atau untuk meningkatkan belajar termasuk sumber masyarakat, (b) kunjungan studi, dan (c) nara sumber.
Sebagaimana program pembelajaran pada umumnya, pembelajaran IPS hendaklah memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan, memilih, dan menggunakan beragam jenis sumber belajar untuk pembelajaran IPS.
Media Pembelajaran IPS
Media pembelajaran adalah sarana yang membantu para pengajar. Ia bukan tujuan sehingga kaidah proses pembelajaran di kelas tetap berlaku. Pengajar juga perlu sadar bahwa tidak semua anak senang dengan peragaan media. Anak-anak yang peka dan auditif mungkin tidak banyak memerlukannya tetapi anak yang bersifat visual akan banyak meminta bantuan media untuk memperjelas pemahaman bahan yang disajikan. Jenis media yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran materi IPS diantaranya : (1) Hal-hal yang bersifat visual, seperti bagan, matrik, gambar, flip chart, flannel, data dan lain-lain; (2) Suara (audio) baik suara guru ataupun suara kaset; (3) Suara yang disertai visualisasi (audio-visual) seperti tayangan televisi, film, video, dan sebagainya; (4) Hal-hal yang bersifat materil, seperti model-model, benda contoh dan lain-lain; (5) Gerak, sikap dan perilaku seperti simulasi, bermain peran, dan lain-lain; (6) Barang cetakan seperti buku, surat kabar, majalah, jurnal, dan brosur; (7) Peristiwa atau ceritera kasus yang mengandung dilema moral.
Pendidikan Multikultural dalam IPS
Pendidikan multikultural dapat diintegrasikan ke dalam IPS antara lain dengan cara: a) mengintegrasikannya ke dalam kurikulum IPS, b) melalui pengembangan buku IPS, c) melalui penerapan proses belajar mengajar berbasis nilai, cooperative learning, dan demokratis, d) diintegrasikan ke dalam kegiatan ekstrakurikuler, e) melalui penataan lingkungan kelas dan sekolah, dan f) melalui kebijakan sekolah yang mendukung.
Beberapa hal yang berkaitan dengan Pendidikan Global dalam IPS adalah sebagai berikut:
1. Gejala globalisasi menurut Lee F Anderson terlihat jelas dalam berbagai hal, meliputi: 1) evolusi sistem komunikasi dan transportasi global, 2) menyatunya ekonomi lokal, regional dan nasional ke dalam ekonomi global yang luas, 3) interaksi yang meningkat antara masyarakat menghasilkan budaya global,4) kemunculan sistem internasional yang luas yang mengikis batas-batas tradisional antara politik dalam negeri dan internasional, 5) dampak yang meningkat dari kegiatan manusia terhadap ekosistem bumi dan hambatan yang meningkat terhadap kegiatan manusia yang ditentukan oleh keterbatasan sistem, 6) kesadaran global yang meluas yang meningkatkan kesadaran identitas kita sebagai anggota spesies manusia.
2. National Council for the Social Studies (NCSS) mengemukakan bahwa pendidikan global merujuk pada upaya menanamkan pada generasi muda suatu pandangan (perspektif) dunia yang menekankan saling keterkaitan antara budaya, spesies manusia, dan bumi.
3. Menurut Tye pendidikan global mempelajari tentang masalah-masalah global yang melintasi batas-batas suatu negara, dan tentang saling keterkaitan sistem ekologi, budaya, ekonomi politik, dan teknologi.
4. Kehidupan global akan menuntut suatu perubahan dalam pendidikan bagi generasi muda. Pendidikan tersebut harus memberikan bukan hanya pemahaman dan keterampilan untuk hidup secara efektif dalam masyarakat global saat ini, tetapi juga kemampuan untuk menghadapi realitas masa depan dan menghargai realitas masa lalu.
5. Pendidikan global memiliki tujuan bagi bagi siswa maupun bagi para guru. Steven Lamy mengidentifikasi empat tujuan intelektual bagi guru pendidikan global, yaitu: 1) perolehan pengetahuan dari perspektif yang beranekaragam, 2) eksplorasi pandangan dunia, 3) pengembangan keterampilan analitis dan evaluatif, dan 4) strategi untuk partisipasi dan keterlibatan.
6. Skeel mengemukakan tujuan atau hasil utama dari pendidikan global adalah siswa dapat mengembangkan kemampuan mempersepsikan dunia sebagai suatu masyarakat manusia yang saling bergantung yang dibentuk oleh budaya-budaya yang lebih banyak mempunyai kesamaan daripada perbedaannya.
7. Ha-hal atau materi yang dapat diberikan melalui pendidikan global menurut Merryfield antara lain meliputi: 1) keyakinan dan nilai manusia, 2) sistem global, 3) isu dan masalah global, 4) sejarah global, 5) saling pengertian/interaksi lintas budaya, 6) kesadaran akan pilihan manusia, 6) perkembangan keterampilan analisis dan evaluatif, dan strategi untuk partisipasi dan keterlibatan.
8. Engene H Wilson mengemukakan beberapa metode dalam mengajarkan pendidikan global melalui IPS, yakni meliputi: pengajuan masalah dan pemecahan masalah, belajar dengan interaksi dan kerjasama (cooperative learning), kesadaran perpsektif dan perspektif beragam, negosiasi dan mediasi.
Evaluasi
Penilaian mata pelajaran IPS adalah proses untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja peserta didik dalam mata pelajaran IPS. Hasil penilaian digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap ketuntasan belajar peserta didik dan efektivitas proses pembelajaran IPS. Fokus penilaian IPS adalah keberhasilan belajar peserta didik dalam mencapai standar kompetensi IPS yang ditentukan dalam Permendiknas Nomor 22/2005 tentang Standar Isi (SI). Pada tingkat mata pelajaran, kompetensi yang harus dicapai berupa Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran yang selanjutnya dijabarkan dalam Kompetensi Dasar (KD). Untuk tingkat satuan pendidikan, kompetensi yang harus dicapai peserta didik adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sebagaimana tertera dalam Permendiknas Nomor 23/2006. Instrumen penilaian yang dapat digunakan untuk mengukur aspek kognitif berupa tes-tulis kognitif (paper and pencil test) guna mengungkap tingkat penguasaan peserta didik sebagai hasil belajar mata pelajaran IPS berdasarkan pada kisi-kisi tes yang memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
Istilah “skala sikap” yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “attitude scale” merupakan salah satu alat penilaian non tes dalam pembelajaran. Penilaian sikap sebagai salah satu jenis daftar pencatatan laporan diri hasil pembelajaran di kelas sangat bermanfaat untuk memperbaiki dan meningkatkan sikap peserta didik. Banyak sikap peserta didik yang dapat dinilai, seperti sikap terhadap aktivitas belajar, buku pelajaran, ekstrakurikuler, belajar di laboratorium, metode pelajaran tertentu atau terhadap pelajaran IPS itu sendiri. Informasi yang berkaitan dengan sikap tentu diperoleh melalui pengamatan namun penilaian yang lebih lengkap dapat dilengkapi dengan laporan tentang perasaan dan pendapat para peserta didik.
Model skala sikap yang banyak dikenal baik untuk kebutuhan penilaian pembelajaran maupun penelitian adalah skala Likert (Likert Scale). Salah satu keunggulan jenis skala sikap ini sehingga banyak digunakan secara luas karena metode ini dapat menilai sikap baik atau tidak baik melalui pernyataan yang diajukan kepada peserta didik untuk dijawab. Jawaban yang disediakan meliputi pilihan sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
Observasi adalah pengamatan, yakni proses penilaian melalui pengamatan obyek tertentu dalam hal ini adalah peserta didik selama proses pembelajaran IPS berdasarkan instrumen tertentu. Pengamatan dalam pembahasan ini merupakan salah satu cara penilaian non tes untuk menilai aspek kemampuan peserta didik yang paling tepat karena tidak dapat dilakukan dengan penilaian tes. Untuk menghasilkan pedoman observasi yang memadai, maka langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengembangkan kisi-kisi observasi. Kisi-kisi observasi yang dimaksud adalah berupa panduan yang bertujuan untuk membuat butir observasi. Model kisi-kisi non tes untuk observasi dalam bentuk format yang meliputi aspek dimensi, indikator, dan nomor butir perilaku untuk tiap aspek.
Pada dasarnya dalam pengembangan ini membentuk suatu proses anak didik Sekolah Dasar maupun yang lainnya dalam hal apapun yang terkait dengan pembelajaran IPS. Lalu mulai pada tahap di mana mulai menyeimbangkan pembelajaran dalam tindakan kehidupan yang di jalani dalam sehari-hari.
Komentar
Posting Komentar